Sumber: alchetron.com |
Di samping rumah, dulu juga banyak pohon jarak yang tumbuh campuran dengan berbagai jenis tanaman pagar lainnya seperti beluntas, pohon dadap, kembang sepatu dan masih banyak lagi tanaman lainnya. Sekarang pun beberapa pohon tersebut masih tersisa. Getah dari pohon jarak juga dapat dibuat mainan gelembung-gelembung udara. Jika dipetik tangkai daunnya, dari bekas patahan ini akan menetes mengeluarkan getah. Getah jarak ini dapat ditampung di atas daun jarak yang dibentuk kuncup sedemikian rupa. Setelah terkumpul cukup banyak, lingkaran kecil dari tangkai bunga rerumputan dapat dijadikan bantuannya. Cara memainkannya lingkaran dari tangkai bunga rumput itu dicelupkan ke dalam cairan getah jarak, lalu ditiup dan keluarlah gelembung-gelembung udara yang cantik berterbangan di udara.
Nah, akhir-akhir ini orang-orang ramai membicarakan jarak pagar ini. Katanya, biji-biji jarak pagar mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, yaitu dapat dijadikan bahan bakar untuk kendaraan dan mesin-mesin otomotif lainnya. Ini akibat terjadinya krisis energi tak terbarukan semacam bahan bakar minyak (BBM) yang melanda bangsa kita. Jadi, tanaman jarak pagar mulai dilirik untuk dijadikan alternatif bahan bakar. Dan yang terpenting, jarak pagar dapat diperbaharui, sehingga relatif lebih ‘abadi’ dan lebih bersahabat dengan lingkungan. Mungkin karena manfaatnya inilah, konon katanya penjajah Jepang ketika masuk Indonesia pada tahun 1942 langsung memperkenalkan jarak pagar kepada masyarakat Indonesia. Masyarakat diperintahkan untuk melakukan penanaman jarak sebagai pagar pekarangan.
Menurut para agronomist, tanaman jarak pagar ini dapat beradaptasi dengan lahan maupun agroklimat yang ekstrim, artinya untuk tanaman lain mungkin kurang baik, tetapi tidak dengan jarak pagar. Jarak pagar dapat tumbuh dengan baik pada kondisi kering atau kondisi curah hujan kurang dari 500 mm per tahun, maupun pada lahan-lahan dengan sedikit unsur haranya. Meskipun tanaman jarak pagar tergolong tanaman yang mudah tumbuh, tetapi ada permasalahan yang dihadapi dalam agribisnis saat ini yaitu belum adanya varietas atau klon unggul, jumlah ketersediaan benih terbatas, teknik budidaya yang belum memadai dan sistem pemasaran serta harga yang belum ada standar.
Keuntungan yang diperoleh pada budidaya tanaman jarak di lahan kritis antara lain menunjang usaha konservasi lahan-lahan kritis, memberikan kesempatan kerja sehingga berimplikasi meingkatkan penghasilan kepada petani dan memberikan solusi pengadaan minyak bakar.
Menurut beberapa referensi, jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae, satu famili dengan karet dan ubikayu. Pohonnya berupa perdu dengan tinggi tanaman 1 sampai 7 meter, dengan percabangan yang tidak teratur. Batangnya berkayu dan jika kulitnya terluka akan mengeluarkan getah. Berdaun tunggal, berlekuk, bersudut 3 terkadang 5, tulang daun menjari dengan 5 sampai 7 tulang utama, permukaan bagian daun berwarna hijau namun permukaan bagian bawah lebih pucat dibanding dengan bagian atas, mungkin karena membelakangi sinar matahari. Panjang tangkai daun antara 4 sampai 15 cm.
Ciri lainnya, bunga berwarna kuning kehijauan, berupa bunga majemuk berbentuk malai dan berumah satu. Bunga jantan dan bunga betina tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan, muncul di bagian ujung batang atau ketiak daun. Buah berupa buah kotak berbentuk bulat telur, diameter 2 sampai 4 cm, berwarna hijau ketika masih muda dan kuning jika masak. Buah jarak terbagi menjadi 3 ruang yang masing-masing ruang berisi 3 biji. Biji berbentuk bulat lonjong, warnanya coklat kehitaman. Biji inilah yang banyak mengandung minyak dengan rendemen sekitar 30 sampai 40 %.
Meskipun demikian, pengembangan tanaman jarak masih diwarnai berbagai kekhawatiran di masyarakat. Pasalnya, sosialisasi pemanfaatan jarak secara gencar menimbulkan minat masyarakat menanam pohon tersebut. Namun, pemerintah belum menyiapkan sistem pemasaran secara matang sehingga bila sudah dipanen, dikhawatirkan petani kesulitan menjual biji jarak.
Hal ini seperti yang menimpa kawan-kawan petani tanaman jarak di Plandaan, Jombang. Lantaran merasa ditipu pihak ketiga, mereka menebangi tanamannya seluas 14 hektar. Itu terjadi karena mereka yang menanam kecewa. Pasalnya, pada panen pertama harganya hanya Rp 700 per kilogram. Bahkan, pada panen berikutnya, malah tidak dibeli sama sekali. Akibatnya, petani pun mengalami kerugian yang mencapai ratusan juta rupiah (Radar Mojokerto, 20 Agustus 2006).
Jadi, sebenarnya sangat bagus memanfaatkan tanaman jarak ini sebagai bahan bakar. Namun ke depan, sebelum melakukan gerakan massal untuk menanam pohon jarak pagar, pemerintah harus menata dulu sistem agrobisnisnya, terutama aspek pemasaran dan jaminan harganya, sehingga tidak terjadi “overload” disatu pihak.
Dengan demikian, program pemerintah untuk mencari energi baru yang terbarukan dapat terus berjalan. Sementara petani akan tetap dapat tersenyum dengan memperoleh insentif ekonomi yang memadai.
0 Komentar
Thanks for your visiting and comments!