SEKITAR pukul 07.45 WIB suasana di Gedung Tani Pasar Induk Modern Agrobis Puspa Agro Jemundo, Sidoarjo, mulai ramai oleh pengunjung yang akan menghadiri acara seminar dengan tema “Meningkatkan Daya Saing Agribisnis Jawa Timur di Era Global” yang digagas oleh Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor Wilayah Jawa Timur. Tertera diundangan yang disebar diberbagai milis dunia maya, acara akan dimulai jam 08.00, dan dihadiri oleh Wakil Menteri Perdagangan, Gubernur Jawa Timur, M. Nasikh, owner PT. Kelola Mina Laut, dan Direktur PT. Jatim Graha Utama sekaligus pengelola Puspa Agro, Erlangga Satriagung.
Namun hingga jam 09.00 acara belum juga di mulai. Baru sekitar 09.30 ketika Wamendag berserta pembicara yang lain datang, acara pun segera dimulai. Seperti dugaan banyak orang sebelumnya, Gubernur Jatim, Pak De Karwo, tidak bisa datang untuk membuka acara ini, tetapi diwakilkan kepada Asisten Bidang Ekonomi, Hadi Prasetyo.
Sebagai pembicara pertama dalam acara ini adalah Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurti. Dalam pemaparannya, ia mengungkapkan bahwa agar produk-produk pertanian memiliki daya saing tinggi di pasar global, maka yang terpenting dilakukan adalah bagaimana mengenali karakter konsumen. Menurutnya, suatu produk dikatakan memiliki daya saing tinggi jika produk tersebut diterima oleh konsumen atau pasar. Oleh karena itu, orientasi produksi hendaknya diarahkan untuk memenuhi selera konsumen. Kalau suatu produk sudah diminati konsumen, berapa pun volume produksinya akan terserap oleh pasar. Ia melanjutkan bahwa supply creates its own demand, sehingga tidak akan ada kelebihan produksi.
Sementara itu, M. Nasikh sebagai pembicara kedua mengemukakan bahwa bisnis di bidang pertanian di Indonesia, khususnya Jatim masih dihadapkan pada beberapa masalah yang mendesak dicarikan solusinya. Di antaranya adalah belum tersedianya bahan baku yang kontinyu dengan harga cukup murah, sedhingga kondisi tersebut memaksa pelaku bisnis melakukan impor untuk mengaja kelangsungan produksi.
Masalah berikutnya adalah masih tingginya bunga kredit perbankan dan belum maksimalnya dukungan pemerintah kepada dunia usaha. Ia mencontohkan di China, Singapura dan beberapa negara di eropa, bunga banknya hanya sekitar 4 persen. Bahkan di Jepang hanya 2 persen, sementara di negara kita bunga bank sudah belasan persen. Hal inilah yang menurutnya membuat daya saiang produk kita sering kalah dengan produk impor. Ia pun “memuji” dengan membandingkan pengusaha Jepang bahwa pengusaha Indonesia itu hebat-hebat. Sebab, dengan bunga bank yang tinggi masih bisa eksis dan bisa untung.
M. Nasikh juga mengemukakan bahwa inovasi produk harus terus dilakukan oleh pelaku bisnis bidang pertanian. Selain untuk memenuhi selera konsumen, juga untuk meningkatkan nilai tambah bagi produk yang dihasilkan. Ia mencontohkan, untuk meningkatkan nilai tambah produk udang, selain kemasan harus bagus, variasi produk juga harus dilakukan.
Sementara Erlangga Satriagung dalam paparannya lebih menyoroti masalah disparitas harga produk pertanian yang sangat tinggi. Tingginya disparitas harga itu tidak memberikan nilai tambah bagi petani selaku produsen, tetapi yang lebih menikmati adalah para tengkulak atau pedagang. Ia mencontohkan, harga kubis di tingkat petani berkisar antara Rp 300 - Rp 500 per Kg. Harga itu dengan barang yang sama menjadi Rp 2.000 – Rp 2.500 per kg jika sudah masuk di pasar tradisional semacam pasar Keputran dan akan meningkat berkali lipat lagi menjadi Rp 5.000-6.000 jika sudah masuk supermarket semacam dunia buah.
Dia menambahkan bahwa salah satu misi dibangunnya Puspa Agro adalah untuk meningkatkan pendapatan petani dengan cara memutus mata rantai perdagangan yang panjang dengan memberikan kesempatan kepada para petani di Jawa Timur untuk berjualan langsung di pasar. Dengan demikian, petani mendapatkan harga atas hasil panennya lebih bagus, ketimbang jika dijual ke tengkulak.
2 Komentar
aku ga iso teko mas....rekaman di kantor :D
BalasHapusLaporan yg sangat lengkap.
BalasHapusTerima kasih telah berbagi.
Thanks for your visiting and comments!