Alhasil, saya pun menemukan buku tipis yang membahas masalah cengkih. Seingat saya, buku itu saya beli sekitar tahun 2002 ketika belajar "mencangkul" di Bogor. Buku dengan judul "Memproduktifkan Cengkih" karya Agus Ruhnayat ini diterbitkan oleh penerbit Penebar Swadaya pada tahun 2002. Jadi saya membelinya ketika buku itu baru diedarkan. Meskipun tipis, buku ini cukup lengkap membahas malah tanaman cengkih dengan segala pernak-perniknya.
Setelah saya bandingkan isi buku dengan kondisi di lapangan, keyakinan saya semakin besar bahwa "tewas"-nya tanaman cengkih di Wonosalam, Jombang beberapa tahun terakhir disebabkan oleh bakteri pembuluh kayu cengkih (BPKC) seperti dugaan awal saya sebelumnya. Dari gejalanya saja bisa diketahui yang secara umum ada dua gejala dengan ciri-ciri yang berbeda. Pertama, tanaman cengkih mati cepat. Hal ini dtandai dengan dedaunan yangg gugur secara tiba-tiba atau bahkan tidak gugur tetapi mengering semua seperti terbakar, ranting-ranting pada pucuk mati dan meranggas. Dalam kondisi seperti ini, perakaran juga mengalami pengeringan mengikuti bagian atasnya.
Kemudian yang kedua, tanaman cengkih mati lambat. Tanda-tandanya terjadi secara bertahap yaitu dedaunannya menguning kemudian berguguran sedikit demi sedikit. Daun-daun yang gugur ini sebagian masih ada pemulihan dengan memunculkan pucuk-pucuk daun baru bahkan bisa juga memunculkan kuncup bunga, namun jumlahnya tak sebanding dengan yang gugur. Setelah itu, ranting dan cabang juga mengering/meranggas secara perlahan.
Lalu bagaimana cara mengobati atau mengendalikannya? Menurut penulis buku ini (Ruhnayat, 2002), apabila gejala serangan penyakit BPKC ditandai dengan gugurnya daun di bagian pucuk pohon, maka pangkal batang atau akar segera diinfus dengan antibiotika oksitetrasiklin (OTC) sebanyak 6 gr/100 ml air. Jarum infus yang digunakan berdiameter 1 mm. Penginfusan dilakukan setiap 3-4 bulan sekali.
Pengendalian dapat dipadukan dengan memberikan insektisida dengan tujuan untuk membunuh serangga pembawa penyakit (Hindola sp.). Insektisida yang dapat diberikan antara lain Matador 25 EC 4 ml/liter air, Curater 3 G 150 g/liter air, Akodan 35 EC 0,5-1,5 ml/liter air, Curacron 500 EC 1-2 ml/liter air, dan Decis 25 EC 2-4 ml/liter air. Penyemprotan insektisida tersebut dilakukan 6 minggu sekali sampai Hindola sp. tidak ada lagi. Pohon-pohon yang terserang berat sebaiknya ditebang dan dibakar (Ruhnayat, 2002).
Itulah saran yang ada dalam buku itu. Dan yang mungkin juga penting adalah menjaga "kebersihan" kebun, pemupukan yang baik dan mengurangi atau bahkan menghentikan pembersihan daun-daun cengkih. Juga tak kalah pentingnya, jangan mendatangkan bibit dari daerah yang sebelumnya terkena penyakit ini, termasuk juga mendatangkan daun ataupun tangkai sebagai bahan baku penyulingan minyak atsiri dari daerah lain. Semoga dengan cara ini bisa meminimalisir atau bahkan menghilangkan "wabah" tanaman cengkih di kawasan pegunungan ini.
Setelah saya bandingkan isi buku dengan kondisi di lapangan, keyakinan saya semakin besar bahwa "tewas"-nya tanaman cengkih di Wonosalam, Jombang beberapa tahun terakhir disebabkan oleh bakteri pembuluh kayu cengkih (BPKC) seperti dugaan awal saya sebelumnya. Dari gejalanya saja bisa diketahui yang secara umum ada dua gejala dengan ciri-ciri yang berbeda. Pertama, tanaman cengkih mati cepat. Hal ini dtandai dengan dedaunan yangg gugur secara tiba-tiba atau bahkan tidak gugur tetapi mengering semua seperti terbakar, ranting-ranting pada pucuk mati dan meranggas. Dalam kondisi seperti ini, perakaran juga mengalami pengeringan mengikuti bagian atasnya.
Kemudian yang kedua, tanaman cengkih mati lambat. Tanda-tandanya terjadi secara bertahap yaitu dedaunannya menguning kemudian berguguran sedikit demi sedikit. Daun-daun yang gugur ini sebagian masih ada pemulihan dengan memunculkan pucuk-pucuk daun baru bahkan bisa juga memunculkan kuncup bunga, namun jumlahnya tak sebanding dengan yang gugur. Setelah itu, ranting dan cabang juga mengering/meranggas secara perlahan.
Lalu bagaimana cara mengobati atau mengendalikannya? Menurut penulis buku ini (Ruhnayat, 2002), apabila gejala serangan penyakit BPKC ditandai dengan gugurnya daun di bagian pucuk pohon, maka pangkal batang atau akar segera diinfus dengan antibiotika oksitetrasiklin (OTC) sebanyak 6 gr/100 ml air. Jarum infus yang digunakan berdiameter 1 mm. Penginfusan dilakukan setiap 3-4 bulan sekali.
Pengendalian dapat dipadukan dengan memberikan insektisida dengan tujuan untuk membunuh serangga pembawa penyakit (Hindola sp.). Insektisida yang dapat diberikan antara lain Matador 25 EC 4 ml/liter air, Curater 3 G 150 g/liter air, Akodan 35 EC 0,5-1,5 ml/liter air, Curacron 500 EC 1-2 ml/liter air, dan Decis 25 EC 2-4 ml/liter air. Penyemprotan insektisida tersebut dilakukan 6 minggu sekali sampai Hindola sp. tidak ada lagi. Pohon-pohon yang terserang berat sebaiknya ditebang dan dibakar (Ruhnayat, 2002).
Itulah saran yang ada dalam buku itu. Dan yang mungkin juga penting adalah menjaga "kebersihan" kebun, pemupukan yang baik dan mengurangi atau bahkan menghentikan pembersihan daun-daun cengkih. Juga tak kalah pentingnya, jangan mendatangkan bibit dari daerah yang sebelumnya terkena penyakit ini, termasuk juga mendatangkan daun ataupun tangkai sebagai bahan baku penyulingan minyak atsiri dari daerah lain. Semoga dengan cara ini bisa meminimalisir atau bahkan menghilangkan "wabah" tanaman cengkih di kawasan pegunungan ini.
7 Komentar
wah, para penyengkeh butuh tau artikel ini Mas, hehehe
BalasHapussemoga sukses ya mas jun ngatasi hama cengkehnya
BalasHapusjangan sampai warga wonosalam gagal panen mas
para petani cengkih memang harus selalu update ilmu pertanian mereka.. dunia makin canggih kalau cuma itu-itu aja wah bisa ketinggalan deh produksi pertanian kita :)
BalasHapusAssalamualaikum Wrwb
BalasHapusSaya yono dari Temanggung jawa tengah
terima kasih atas artikelnya yang sangat bermanfaat.
Saya punya beberapa pohon cengkeh dan mengalami gejala penyakit seperti yang disebutkan diatas.
Pertanyaan saya adalah dimana saya bisa mendapatkan Oxytetrasiklin tersebut dan bagaimana bentuknya antibiotik tersebut apakah berbentuk bubu, cair, ato seperti apa terima kasih.
coba ke toko pertanian mas, lebih komplit info tentang yg sy tulis ini. Yang jelas nantinya harus dilarutkan/dicampur dulu dengan air bersih 6 gr/10 ml air, baru diinfuskan.
Hapusdiinfuskan ditanahnya apa dibatangnya mas soalnya tempatku adalah penghasil cengkeh. satu lagi mas apa pengaruhnya kalau daun dibawahnya diambilin karena ditempatku semua orang ngambilin daunnya . harganya ckup mahal mas daunnya.
BalasHapussaya menemukan gejala baru,yaitu di batang/ranting muncul benjolan2 sebesar ketumbar dan mirip ketumbar awalnya kecil kemudian membesar menjadi mirip ketumbar apabila di tusuk atau dipecah keluar cairan warna merah,kalau dilepas paksa sampai kebawa kulit cengkehnya
BalasHapusThanks for your visiting and comments!