Sementara pasar yang berfungsi tetapi tidak semetinya (tidak efisien) adalah adanya transaksi tetapi transaksi itu tidak didasari "kerelaan" masing-masing pelaku pasar. Ada "sesuatu" yang mendorong terjadinya transaksi itu, misalnya monopoli, incomplete market, asymetric information dan sebagainya, atau ada pihak yang menguasai, memaksa, dan merekayasa sedemikian rupa proses transaksi itu. Dan sudah pasti, penguasaan dan pemaksaan itu cenderung merugikan salah satu pihak atau pelaku pasar lainnya.
Itu pengertian sederhana tentang kegagalan pasar. Nah sekarang, seperti judul tulisan ini, apa hubungannya antara jomblo dan kegagalan pasar? Bisa saja kondisi jomblo yang terjadi pada orang-orang yang sudah "feasible" atau layak (syarat-rukunnya sudah memenuhi) untuk memilikki pasangan adalah salah satu bentuk market failure atau kegagalan pasar.
Bisa saja seseorang yang seharusnya sudah berpasangan dengan orang lain tetapi karena misalnya terjadi asymetric information maka ini bisa menyebabkan kegagalan pasar. Informasi tidak bisa diterima secara cepat, tepat, akurat dan merata oleh seluruh pelaku pasar. Maka pertemuan atau harga yang terjadi bukanlah harga sesungguhnya atau harga yang tidak mencerminkan kekuatan permintaan dan penawaran antara penjual dan pembeli secara rela, yang ini juga mengindikasikan bawah pasar tidak efisien.
Selain itu, kegagalan pasar bisa disebabkan oleh incomplete market diantara mereka. Mana mungkin transaksi terjadi jika ada penawaran tetapi tidak ada permintaan atau sebaliknya ada permintaan tapi tidak ada penawaran. Mana mungkin AB berpasangan jika si A di kutub utara sementara si B di kutub selatan tanpa ada komunikasi yang lengkap mengenai keduanya? Atau si A dan B berada dalam satu wilayah atau bahkan satu RT, tetapi keduanya saling menutup diri dan tak membuka akses informasi, tetap saja tak ada transaksi.
Atau bisa juga kegagalan pasar pada kasus per-jomblo-an ini disebabkan karena ketidaksempurnaan pasar. Ketidaksempurnaan pasar sendiri bisa saja akibat adanya "pajak" ataupun pungutan liar yang terlalu tinggi yang dikenakan oleh pemerintah, termasuk administrasi yang berbelit-belit dalam pengurusan administrasi perjodohan. Taruhlah pemerintah melalui kantor urusan agama menentukan tarif atau biaya yang membumbung ke langit (mahal), sementara "pelaku pasar" dari kasta ekonomi rendah. Pasti hal seperti ini akan mendistorsi pasar, bahkan bisa menimbulkan kegagalan pasar (tak ada perjodohan).
Kegagalan pasar dalam fenomena ekonomi pemecahannya umumnya melalui peran pemerintah untuk mengintervensi pasar dengan berbagai cara atau kebijakan. Maka dalam kasus jomblo pada orang-orang yang sudah feasible untuk memiliki pasangan, juga diperlukan intervensi yang dilakukan oleh kerabat atau orang-orang terdekat, para comblang, bahkan kalau perlu oleh pemerintah untuk mengatasi kegagalan pasar itu.
Para kerabat, orang-orang terdekat, dan para comblang harus lebih intensif “mengoreksi” pasar dengan berbagai cara sehingga informasi misalnya, bisa sampai dengan cepat, akurat, dan berimbang. Informasi tak ada gunanya jika hanya cepat dan akurat tetapi tidak berimbang. Demikian juga dengan pemerintah, jika "pajak", tarif atau biaya administrasi dalam urusan perjodohan terlalu tinggi sudah selayaknya menurunkan besarannya bahkan kalau perlu memberikan subsidi, tetapi subsidi juga jangan sampai berlebihan. Jika berlebihan, selain menboroskan APBN jugal lama-kelamaan bisa mendistorsi pasar dan hasilnya bisa ditebak, pasar tidak efisien alias pasar gagal!
Demikian uthak-atik gatuk hubungan antara jomblo dan kegagalan pasar. Semoga (tidak) bermanfaat!
3 Komentar
Mas jun wonosalam mana,saya jarak kebun. Salam kenal mas. Sudah 9th tidak pulang merantau ke negeri beton. Ditunggu postingan2nya mas buat mengobati rindu kampung :(
BalasHapusKegagalan pasar seputar jomblo jika diakibatkan karena proses tawar menawar harga yang tidak juga mendapat kesepakatan termasuk golongan mana Mas? Hihi
BalasHapusOtak ati gathuk kok pas ya.
BalasHapusThanks for your visiting and comments!