Di saat seperti itulah kemudian muncul seorang Keynes, yang membawa pencerahan dengan memperkenalkan paradigma baru yang lebih menekankan peran pemerintah dalam perekonomian untuk mengatasi tekanan ekonomi yang bertubi-tubi itu. Menurut Keynes, pemerintah harus berperan aktif dengan berbagai kebijakan-kebijakan, misalnya dengan menciptakaan permintaan dan mengeluarkan uang sehingga perekonomian bisa tumbuh kembali (stimulus package).
Sementara itu, bagi bangsa Indonesia, pembangunan yang dilakukan terutama sebelum orde baru cenderung menggunakan sistem perencanaan terpusat yang mengabaikan mekanisme pasar. Pada saat itu tekanan-tekanan ekonomi seringkali melanda Indonesia dengan dahsyatnya, tentu saja tak lepas juga dari tekanan-tekanan politik.
Kemudian ketika orde baru, paradigma pembangunan ekonomi Indonesia secara drastis berubah haluan. Kalau pada orde sebelumnya cenderung terpusat dan anti pasar bebas, orde baru lebih menekankan pada pembangunan yang relatif mengakui pasar bebas namun tetap dengan “sentuhan” pemerintah. Dan ketika itu pertumbuhan ekonomi sepertinya menjadi panglima pembangunan. Secara pertumbuhan ekonomi, pembangunan di Indonesia ketika itu memang luar biasa. Banyak Negara lain dan lembaga-lembaga keuangan internasional memuji ekonomi Indonesia bahkan menyebut Indonesia sebagai salah satu macan asia.
Namun tak berselang lama menerima pujian, justru tahun 1997 kebobrokan ekonomi Indonesia mulai terbongkar. Indonesia mengalami kegagalan pembangunan akibat sejak awal terlalu memuja dan mengapdosi konsep-konsep pembangunan yang diterapkan secara mentah-mentah tanpa penyesuaian struktural. Orientasi dari konsep tersebut adalah pertumbuhan ekonomi tanpa mewaspadai ancaman rezim modal internasional semacam IMF dan Bank Dunia, akibatnya Indonesia berada pada posisi terdikte. Kondisi ini juga didukung dengan keterlenaan para pembuat kebijakan dengan struktur ekonomi yang semakin rapuh, karena Indonesia adalah negara yang paling tidak siap menghadapi perubahan struktural yang terjadi sejak awal tahun 1980-an, mereka terlalu taat dengan nasehat lembaga internasional. Akibatnya, perekonomian Indonesia semakin terpuruk dalam jurang krisis.
Banyak para pakar ekonomi ketika itu yang mulai memikirkan ulang model pembangunan yang sesuai dengan Indonesia. Mereka mulai merubah paradigma pembangunan yang selama itu dianut oleh pemerintah. Tak hanya Indonesia, Negara-negara lain pun mulai memikirkan paradigma pembangunan ekonominya untuk menghadapi berbagai masalah ekonomi negaranya. Ada yang mulai dengan meninggalkan paradigma pertumbuhan dan lebih berorientasi ke pemerataan kesejahtreaan, kemudian mengarah ke paradigma pembangunan yang memasukan unsur kelangsungan sumberdaya alam yang dimilikinya bahkan ada yang mengarah ke ekonomi hijau.
Begitulah, tidak ada paradigma pemikiran ekonomi yang sifatnya stagnan dan memiliki kebenaran mutlak dalam menjelaskan fenomena ekonomi. Paradigma pemikiran ekonomi senantiasa bertransformasi dan mencari bentuk yang "paling sempurna" untuk menyelesaikan berbagai persoalan pembangunan ekonomi yang juga senantiasa muncul dengan bentuk yang berbeda-beda. Mungkin saja persoalan ekonomi bisa sama namun setiap negara memiliki sistem sosial-budaya dan ideologi politik yang berbeda, pasti penanganannya juga berbeda. Setiap teori yang membentuk paradigma berpikir hanya bermanfaat untuk waktu, masalah, dan negara tertentu saja. Untuk itulah perlu dikaji pemikiran-pemikiran ekonomi yang sekiranya “mendekati sempurna” dan ideal.
Membaca buku ini seolah menapaktilasi pemikiran-pemikiran ekonomi yang pernah bermunculan ke permukaan. Meskipun bukan tulisan utuh dari satu pemikir (penulis) tetapi setidaknya bisa mewakili berbagai madzab pemikiran yang pernah ada dan (mungkin) akan diadakan. Bukan sesuatu yang mudah mengumpulkan dan membukukan karya tulis dari banyak kepala. Semoga buku ini bisa menginspirasi dan memberikan “stimulus” bagi orang lain untuk juga menuangkan dan membukukan pemikiran-pemikirannya terkait dengan paradigma-paradigma baru dalam pembangunan ekonomi. Selamat membaca, merenung, menapaktilasi, dan menelaah! ***[Agus Suman].
Membaca buku ini seolah menapaktilasi pemikiran-pemikiran ekonomi yang pernah bermunculan ke permukaan. Meskipun bukan tulisan utuh dari satu pemikir (penulis) tetapi setidaknya bisa mewakili berbagai madzab pemikiran yang pernah ada dan (mungkin) akan diadakan. Bukan sesuatu yang mudah mengumpulkan dan membukukan karya tulis dari banyak kepala. Semoga buku ini bisa menginspirasi dan memberikan “stimulus” bagi orang lain untuk juga menuangkan dan membukukan pemikiran-pemikirannya terkait dengan paradigma-paradigma baru dalam pembangunan ekonomi. Selamat membaca, merenung, menapaktilasi, dan menelaah! ***[Agus Suman].
Penulis: Junaedi, dkk
Pengantar: Prof. Agus Suman, S.E., DEA., Ph.D
Penerbit: LeutikaPrio
Tahun: Maret, 2014
Tebal: x + 230 hal
Untuk sementara buku ini hanya bisa didapatkan DI SINI
3 Komentar
Izin baca baca ya sob.. hehe
BalasHapusKalau krisis ekonomi yang terjadi di negeri ini saya fikir karena maraknya korupsi sih
BalasHapusekonomi memang hal utama yang dibutuhkan dalam hidup....
BalasHapusThanks for your visiting and comments!