TAHUN depan perekonomian Indonesia akan dihadapkan pada integrasi ekonomi kawasan ASEAN (AFTA). Disamping adanya integrasi tersebut, pada saat ini pun Indonesia juga dihadapkan pada kenyataan adanya kemajuan yang sangat pesat di bidang teknologi, transportasi, dan komunikasi. Faktor-faktor inilah yang mengantar Indonesia pada proses globalisasi ekonomi yang dari tahun ke tahun semakin banyak melibatkan negara-negara lain, baik negara-negara maju maupun negara-negara berkembang, baik di kawasan ASEAN maupun kawasan yang lebih luas, semacam APEC dan WTO.
Dengan terbukanya perekonomian ASEAN, maka aliran perdagangan barang dan jasa, investasi, dan perpindahan tenaga kerja antar negara ASEAN tak ada lagi hambatannya. Tentu ini akan menghadirkan peluang sekaligus tantangan tersendiri bagi pembangunan ekonomi semua negara yang tergabung, termasuk Indonesia.
Saat ini saja ada lebih dari setengah milyar penduduk yang menghuni kawasan ASEAN sehingga ini bisa menjadi pasar yang potensial untuk disasar. Setiap negara punya kesempatan yang sama untuk memposisikan diri sebagai pasar maupun sebagai pemasar, tergantung dari kesiapan masing-masing negara tersebut.
Siapkah Indonesia?
Lalu bagaimana dengan Indonesia dalam menghadapi AFTA nanti? Ada banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menjawab pertanyaan itu. Misalnya melihat faktor daya saing, iklim usaha, kualitas sumberdaya manusia (SDM), dan indikator makro lainnya. Namun yang pasti, dengan AFTA Indonesia juga mempunyai kesempatan yang sama dalam memposisikan diri sebagai pemasar maupun sebagai pasar. Siap tidak siap Indonesia sudah menyetujui diberlakukannya AFTA, maka hal terpenting adalah bagaimana kedepannya Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara lain dan mampu memposisikan diri sebagai pemasar, bukan hanya sebagai pasar produk laur negeri. Masih ada kesempatan untuk membenahi, terutama yang terkait dengan daya saing produk-produk kita.
Terkait daya saing misalnya, merujuk rilisan The Global Competitiveness Report dari World Economic Report pada tahun 2013 lalu Indonesia berada pada peringkat 40, yang sebelumnya berada pada peringkat 54. Dibanding dengan negara-negara tetangga (ASEAN) posisi Indonesia ini berada pada peringkat 5 di bawah Singapura (2), Malaysia (24), Brunei Darussalam (26), dan Thailand (37).
Sementara itu, indikator makro ekonomi lainnya, yaitu pertumbuhan ekonomi mengacu pada tahun 2013 lalu, terkoreksi di bawah enam persen serta inflasi yang melonjak dan rupiah terus melemah. Ini terjadi terutama di awal tahun dan pertengahan tahun 2013 menjelang puasa dan idul fitri. Ironisnya, inflasi tahun 2013 itu juga disebabkan oleh bahan pangan yang sering kali kita anggap inferior dan sepele, yaitu jengkol dan petai. Selain itu, adanya defisit perdagangan yang terus tergerus sehingga menyebabkan defisit transaksi berjalan semakin besar. Ini tentu saja harus diperhatikan jika kita ingin benar-benar siap menghadapi AFTA.
Setidaknya, daya saing dan beberapa indikator makro lainnya yang kondisinya seperti itu pasti akan mempengaruhi kesiapan Indonesia dalam menghadapi AFTA. Belum lagi kondisi infrastruktur dan administrasi birokrasi kita yang seringkali layanannya dikeluhkan masyarakat. Juga tak kalah pentingnya huru-hara dan kondisi perpolitikan kita yang suhunya semakin memanas menjelang pemilu, pileg, dan pilpres di tahun 2014 ini yang tentu saja akan berpengaruh pada dinamika perekonomian Indonesia. Sekali lagi, siap tidak siap, Indonesia telah menyepakati perjanjian AFTA dan harus konsisten dan konsekwen mematuhinya.
Beberapa Strategi
Lalu apa yang perlu kita lakukan? Ada beberapa langkah strategi yang dapat dilakukan oleh Indonesia untuk dapat memenangkan persaingan dalam menghadapi AFTA kedepan nanti. Usaha ini harus dilakukan secara simultan dan berkelanjutan. Pertama, Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia. Upaya pengembangan sumberdaya manusia bagi Indonesia sangat penting artinya. Menurut Mulyani dan Ninasapti (1995) secara umum sumberdaya manusia Indonesia mendapat tantangan dari dua sumber, yaitu (1) tantangan dari dalam negeri berupa transformasi perkembangan ekonomi yang telah mengubah perekonomian dari agraris menuju industri, sehingga masalah yang muncul adalah perpindahan sumber daya manusia (SDM) dari sektor pertanian ke sektor industri; (2) tantangan dari luar berupa integrasi ekonomi sehingga mobilitas sumber daya manusia atau tenaga kerja akan semakin meningkat. Inilah yang menimbulkan masalah karena tenaga kerja dari negara lain yang masuk akan menggeser tenaga kerja domestik jika tenaga kerja domestik tak mampu bersaing.
Pengembangan sumber daya manusia dapat ditempuh melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan adalah faktor penting yang memungkinkan setiap orang untuk dapat berpartisipasi dan memperoleh manfaat dari integrasi ekonomi. Tenaga kerja yang sehat dan cerdas tentunya akan meningkat pula produktivitas kerjanya. Di sini ada keterkaitan antar pendidikan dan kesehatan dalam pengembangan sumber daya manusia.
Kedua, Membentuk Jaringan Usaha. Jaringan usaha merupakan suatu bentuk organisasi ekonomi untuk mengatur koordinasi serta mewujudkan kerjasama antar unsur dalam organisasi. Untuk menghadapi AFTA membuat jaringan usaha merupakan antisipasinya. Agar pembentukannya lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan perlu dipikirkan secara serius dengan dimulai dari satu kerjasama awal yang kuat. Kerjasama tersebut dapat melibatkan banyak bidang usaha tetapi dapat pula hanya satu bidang usaha, atau bahkan dengan pihak luar negeri.
Ketiga, Menyiapkan Perangkat Kelembagaan. Menurut Boediono (2001) perangkat kelembagaan merupakan institusi-institusi non pasar yang berfungsi sebagai penyangga mekanisme pasar, artinya dapat memperlancar bekerjanya mekanisme pasar. Dalam mekanisme pasar yang baik maka harus dipenuhi beberapa syaratnya, misal ketertiban dan keamanan, perlindungan dan kepastian hukum, standar minimal tentang praktek pengelolaan dunia usaha maupun pemerintah, kestabilan mata uang, lembaga keuangan yang sehat, struktur pasar yang kompetitif, dan birokrasi yang sehat.
Untuk dapat memenuhi syarat-syarat tersebut, maka yang punya inisiatif adalah pemerintah sebagai penyelenggara negara. Dengan kata lain pemerintah harus benar-benar menjalankan kewajibannya dengan baik dan bijaksana.
Keempat, Memperkuat Pasar Domestik Melalui Pemberdayaan UKM. Dengan pasar domestik yang kuat maka Indonesia tidak tergantung pada pasar luar negeri. Hal ini dapat dilakukan melalui pemberdayaan UKM yang jumlahnya seperti dirilis Menteri Koperasi dan UKM tahun lalu mencapai 55,2 Juta unit usaha (antaranews.com, 2013). Keberpihakan terhadap UKM merupakan keharusan baik secara ekonomi maupun politik. Keberhasilan dalam mengangkat kemampuan kewirausahaan dan UKM akan dapat menghasilkan berbagai manfaat, selain penguatan pasar juga akan meningkatkan daya saing, penciptaan lapangan kerja baru, dan menurunkan tingkat kemiskinan.
Dengan demikian, meskipun banyak kalangan yang mengatakan bahwa Indonesia kurang siap dalam menghadapi AFTA, tetapi kita sudah “menandatangani” kesepakatan itu. Dan meskipun kondisi perekonomian makro Indonesia (mungkin) belum sepenuhnya mendukung Indonesia dalam memasuki AFTA, namun Indonesia harus tetap konsekwen dengan perjanjian yang telah disepakati. Agar mampu bersaing, maka Indonesia harus segera melakukan beberapa strategi tersebut secara simultan dan berkesinambungan. Dan yang terpenting adalah menggerakkan peran aktif masyarakat sehinga bisa menghadapi tantangan maupun memanfaatkan peluang adanya AFTA. Semoga!
3 Komentar
siap tidak siap pasti waktunya datang juga. Jadi kita harus siap
BalasHapushiks, sedih bacanya. teringat dengan generasi muda kita yang belom tau mau jalan kemana. nentuin passion yang ada dalam diri sendiri aja gak bisa.
BalasHapusHambatannya dr pemerintah sendiri. Pendidikan aj mahal, gak masuk akal. Belum lg pungli dan birokrasi yg terus menghambat masyarakat. Gmana indonesia selanjutnya?
BalasHapusThanks for your visiting and comments!