PERNAH ikut atau menjadi anggota pramuka? Bagi yang pernah aktif di kepramukaan saya yakin tahu dan pernah menghafal yang namanya Dasa Dharma Pramuka. Dan kebetulan hari ini, 14 Agustus 2014, adalah bertepatan dengan Hari Pramuka. Tentu saja moment ini mengingatkan saya pada masa beberapa waktu lalu, setidaknya ketika masa-masa sekolah dasar.
Saya tak sengaja ikut pramuka ketika mulai kelas dua SD. Tak sengaja? ya tak sengaja, karena kami "dipaksa" guru-guru untuk mengikuti kegiatan ekstra yang cuma satu-satunya di SD saya ketika itu. Latihannya setiap hari sabtu, dan meskipun kegiatan ekstra tetapi dimasukan dalam jam pelajaran dan digabung dengan SD tetangga. Pertama ikutan, yang saya ingat adalah saya bersama-sama teman kelas 2-3 masuk kelompok siaga dengan badge di dada maupun topi berwarna hijau. Baru memasuki kelas 4 kami semua masuk kelompok penggalang. Nah di kelompok penggalang inilah intensitas latihannya lebih tinggi dan badge yang awalnya berwarna hijau diganti menjadi merah.
Selepas SD, saya tak terlalu aktif lagi di pramuka. Di SMP kadang-kadang saja latihannya ketika ada event-event tertentu dan bahkan sempat kelas 2 SMP (dipaksa) ikut masuk Satuan Karya (Saka) Kencana, yang harusnya untuk tingkat SMA. Mungkin ketika itu di kecamatan saya belum ada SMA, jadi mau tak mau harus mengambil dari SMP.
Kemudian (entah mengapa) ketika SLTA saya tak ngeh lagi dengan kegiatan pramuka. Kesan yang saya lihat, terlalu banyak hura-huranya (mudah-mudahan pandangan saya ini keliru). Pun demikian, ketika aktif di pramuka tak ada prestasi yang saya peroleh. Namun demikian, setidaknya dengan pramuka ada banyak hal-hal yang saya dapatkan, bukan sekadar koleksi lusinan tanda kecapakan khusus, pemahaman sandi-sandi, ikutan kesana-kemari berbagai jambore atau perkemahan, tetapi yang terpenting pagi saya, kegiatan itu mengajarkan pada saya bagaimana melihat, mencintai dan memperlakukan alam sekitar. Banyak kegiatan pramuka di SD saya ketika itu yang diarahkan ke sana, di alam terbuka, yang memang lokasinya di pedesaan pegunungan, dekat hutan, sungai dan semacamnya. Jadi, apalagi yang bisa kami pelajari kalau bukan belajar mencintai alam. Cinta secara nyata, bukan dan tanpa simulasi ataupun rekayasa!
Kemudian (entah mengapa) ketika SLTA saya tak ngeh lagi dengan kegiatan pramuka. Kesan yang saya lihat, terlalu banyak hura-huranya (mudah-mudahan pandangan saya ini keliru). Pun demikian, ketika aktif di pramuka tak ada prestasi yang saya peroleh. Namun demikian, setidaknya dengan pramuka ada banyak hal-hal yang saya dapatkan, bukan sekadar koleksi lusinan tanda kecapakan khusus, pemahaman sandi-sandi, ikutan kesana-kemari berbagai jambore atau perkemahan, tetapi yang terpenting pagi saya, kegiatan itu mengajarkan pada saya bagaimana melihat, mencintai dan memperlakukan alam sekitar. Banyak kegiatan pramuka di SD saya ketika itu yang diarahkan ke sana, di alam terbuka, yang memang lokasinya di pedesaan pegunungan, dekat hutan, sungai dan semacamnya. Jadi, apalagi yang bisa kami pelajari kalau bukan belajar mencintai alam. Cinta secara nyata, bukan dan tanpa simulasi ataupun rekayasa!
Kembali ke Dasa Dharma Pramuka, ada yang masih hafal? Dulu kakak pembina memberikan tips menghafalnya dengan mengambil penggalan suku kata awalnya dan kemudian melagukannya secara berulang-ulang, ta-cinta-pa-pa-re-ra-he-di-be-su. Untuk teks Dasa Dharma Pramuka sebagai berikut:
- Takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
- Cinta alam dan kasih sayang kepada manusia
- Patriot yang sopan dan kesatria
- Patuh dan suka bermusyawarah
- Rela menolong dan tabah
- Rajin, terampil dan gembira
- Hemat cermat dan bersahaja
- Disiplin, berani dan setia
- Bertanggung jawab dan dapat dipercaya
- Suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan
Demikianlah, menjadi pramuka itu memang harus "berdharma" sehingga bisa "berderma" dengan apa saja dan buat siapa saja. Tak penting berapa banyak kita mengikuti perkemahan dan mendapat lambang atau tanda kecakapan khusus di selempang jika tak menggambarkan perilaku kita sesungguhnya. Misalnya kita dapat tanda tapak kaki, yang menandakan kita telah mengikuti penjelajahan. Ini tak akan ada gunanya jika penjelajahan kita justru merusak alam, "penjelajahan" kita mengoyak tatanan sosial, "penjelajahan" kita di muka bumi ini justru menimbulkan kerusakan bertubi-tubi!
*Sumber foto: freepik.com
3 Komentar
sepaham dengan apa yang kakak tulis, saya pun merasakan hal yang demikian, dari sd-sma aktif dipramuka dan bahkan sma nyambi binsat di smp sampe akhirnya berhenti sementara karena harus kerja diluar pulau. tapi nilai-nilai yang ditanamkan sejak kecil dulu masih saja tertanam bahkan kadang bisa keluar dengan sendirinya tanpa disadari. contohnya soal sampah, kalo g nemu tempat sampah pasti reflek sampahnya dikantongin dan dibuang bgitu nemu tempat sampah, bahkan kadang suka negur orang yang buang sampah seenak jidatnya. mungkin ini termasuk pengamalan dasadarma ke-2 ya kak? :p
BalasHapusKalau saya dari ibtidaiyah sampai tsanawiyah ga begitu aktif di Pramuka, tapi setelah di PGA aktif bukan main, hehe... lha wong wajib bagi semua siswa. Bila tidak aktif (bahkan harus sampai Pembina dan mengabdi di SD/MI selama sekian bulan menjadi pembina Pramuka), konon ijazah tidak bisa diberikan saat lulus. Awalnya agak terpaksa (dalam hati: kok wajib sih), tapi akhirnya menjadi suka.
BalasHapusdalam kegiatan pramuka itu banyak yang menyenangkan,bahkan serasa seperti main klu lg ada kegiatan nya.jd enjoyy
BalasHapusThanks for your visiting and comments!