TAK terasa lebih dari dua bulan saya hiatus alias puasa mengisi blog ini. Meski saya tak benar-benar hiatus selama dua bulan itu, karena saya masih sempat mengisi dua blog saya yang lain secara insidental, namun tetap saja ada kekakuan di jemari ini untuk menari-nari di keyboard laptop jadul saya. Bukan tanpa sebab saya hiatus seperti ini. Salah satu penyebab akut adalah penyakit kambuhan saya, yaitu suka 'mual', muales memulai menulis. Padahal dulu pernah 'berjanji' setidaknya seminggu sekali membuat satu postingan di blog.
Dan sebelum puasa ramadhan yang baru saja berlalu, saya juga 'berjanji' untuk membuat postingan pendek setiap pagi. Tetapi apa hasilnya? Tak satu pun postingan yang menempel di blog. Padahal sejak awal puasa saya relatif banyak 'nganggur' daripada sebelumnya yang juga banyak 'nganggur'-nya.
Ditambah lagi banyak tema yang harusnya bisa saya tulis, misalnya tentang politik yang lagi panas-panasnya dan membara membakar 'hati' siapa saja, pilpres yang pesertanya pakai 'ngambek' segala, kenaikan harga daging sapi, petasan maupun pesan ramadhan, sampai dengan idul fitri dengan segala pernak-perniknya. Namun demikian, saya tetap saja istiqomah dengan 'pekerjaan' saya yang memang tidak jelas dan sulit untuk dijelaskan. Fenomena dan tema yang menarik pun lewat begitu saja.
Bertamu dan Bertemu Guru SD
Salah satu hal yang menarik saya adalah ketika idul fitri lalu saya sempat bertamu dan bertemu dengan guru SD saya yang sudah puluhan tahun tak bertemu. Saya masih ingat, kata teman-teman sekolah, guru SD saya ini dulu terkenal paling galak di sekolah. Ketika kelas 5 pun saya pernah dijewer karena menyanyikan sebuah lagu, yang ternyata baru saya tahu kalau lagu itu lagu 'olok-olok' untuk guru saya.
Namun demikian, sesungguhnya saya tak sengaja menyanyikan lagu itu, tetapi saya dikerjain senior saya. Oleh senior, saya dipaksa menyanyi lagu itu yang sebenarnya lagu anak-anak biasa yang tak ada unsur mengolok, yang setiap minggu pagi dinyanyikan dalam sebuah serial anak-anak di TVRI. Tetapi karena saya menyanyikan keras di dekat guru saya, dan mungkin senior-senior saya sejak jauh sebelumnya, menjadikan lagu itu sebagai 'olok-olok' jadinya saya yang kena.
Guru SD saya ini pernah menjadi wali kelas saya ketika saya kelas 6. Selama setahun itu atau di kelas 6 enam, ternyata guru saya ini baik sekali, sangat perhatian dan konsen dalam pengajaran, tak pernah menjewer atau berperilaku galak seperti kata teman-teman saya di kelas lain, dan suka humor. Sesuatu yang ssebelumnya tak pernah saya ketahui. Malah saya dan teman-teman seingat saya sering dipinjami buku-buku bacaan baru yang lumayan banyak. Pun demikian saya dengan satu teman saya sekelas, hampir tiap pulang sekolah dibonceng naik motornya meskipun tibadak sampai depan rumah. Harap maklum, ini bukan karena adanya perlakuan khusus pada saya dan satu teman saya, tetapi lebih karena rumah saya dan teman saya itu yang paling jauh dari sekolah dan kebetulan jalannya searah.
Selain itu, gara-gara guru saya ini, saya sejak SD sudah bisa mengendarai motor. Awalnya, seringkali setiap pagi saya diminta memindahkan motornya ke teras sekolah dari depan pintu gerbang. Ya, guru saya datang ke sekolah biasanya ketika senam pagi tengah berlangsung. Senam pagi dimulai pukul 7.00, sementara pelajaran baru dimulai pukul 7.30. Nah, jalan masuk ke sekolah tertutup barisan siswa yang sedang senam pagi, biasanya guru akan turun dari motor persis di depan gerbang dan langsung mengikuti senam. Selepas senam, ‘tugas’ saya memindahkan motornya ke teras (tak ada tempat parkir khusus). Mulanya motor saya tuntun, lama- lama saya naiki tanpa menghidupkan mesin tetapi dengan didorong beberapa teman. Kemudian berikutnya saya hidupkan mesinnya, dan jadilah saya belajar mengendarai motor guru saya tersebut.
Bagi saya ini adalah sebuah kebahagiaan tersendiri saya bisa bersilahturahim ke guru SD saya, salah satu orang yang memberikan warna kehidupan saya di masa lalu. Guru-guru masa lalu yang menurut saya paling ikhlas dengan profesinya. Guru-guru yang kehidupannya tergambar pada syair lagu ‘Umar Bakrie’-nya Iwan Fals.
Selanjutnya, hal menarik lainnya di seputar idul fitri adalah terjadinya inflasi yang masih setia mengiringi bulan puasa dan idul fitri. Setidaknya dari data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) inflasi bulanan pada Juli mencapai 0,93 persen. Penyebab utamanya adalah tingginya permintaan komoditas ikan segar sehingga harganya pun melonjak di hampir semua wilayah.
Perlu diketahui bahwa inflasi itu bisa membawa manfaat sekaligus mudharat. Bagi sebuah perkeonomian inflasi yang terkendali dan moderat sangat diperlukan. Sementara bagi sebagian orang, terutama kelompok kaya, inflasi seringkali membawa keuntungan. Namun demikian secara umum, inflasi, terutama inflasi yang hiper (berlebihan) dan tak terkendali adalah ‘perampok flamboyan’ yang mengambil pendapatan kita. Efeknya akan terasa luar biasa terutama bagi kalangan bawah, kalangan pencangkul kayak saya.
Selain ikan segar ada beberapa komoditas dan jasa yang harganya naik dan menyebabkan inflasi pada Juli lalu, diantaranya adalah tarif listrik, tarif angkutan darat, tarif angkutan udara, beras, daging sapi, telur ayam ras, bayam, tomat sayur, bawang merah, rokok kretek filter, emas perhiasan, dan bensin.
Begitulah, sesungguhnya tak ada yang terlalu menarik untuk dituliskan dan dibagikan di sini. Hanya sekadar mengisi kekosongan blog ini saja, sebab jika terlalu lama ditinggalkan bisa-bisa ada ‘hantu’ yang menghuninya. Selamat IDUL FITRI dan selamat menikmati inflasi!
Begitulah, sesungguhnya tak ada yang terlalu menarik untuk dituliskan dan dibagikan di sini. Hanya sekadar mengisi kekosongan blog ini saja, sebab jika terlalu lama ditinggalkan bisa-bisa ada ‘hantu’ yang menghuninya. Selamat IDUL FITRI dan selamat menikmati inflasi!
0 Komentar
Thanks for your visiting and comments!