Sumber foto: RS (VOI) |
APA sih kriteria seniman kata itu? Sungguh saya terbahak dibuatnya ketika membaca tulisan seorang kawan blogger Jombang 1,5 tahun yang lalu. Bukannya apa, ia menyebut saya sebagai "seniman kata" meski saya tak pintar merangkai kata-kata biasa menjadi terdengar atau terbaca sangat romantis dan mendayu-dayu, atau biasa menuliskan syair-syair puitis maupun lagu cinta.
Kriteria seniman kata hanya karena ada tulisan saya yang kata-katanya (menurutnya) menarik minat pembaca, misalnya:
Wow, Ayam Kampus di Malang Harganya Cuma 9.000 Rupiah!
Nurdin Halid Menjadi "Juru Kunci" Merapi?
Inilah Tempat Persembunyian Neneng!
Sungguh, itu bukan judul yang baik dan aduhai, apalagi SEO friendly yang bisa menarik mesin pencari atau pun pembaca. Judul-judul itu saya buat spontan saja menyesuaikan isi tulisan yang juga sebagian besar spontan saja menulisnya. Begitu terbersit dan mletik di kepala sesegera mungkin saya tuliskan tanpa pernah berpikir lama, berlebar-lebar, berpanjang-panjang, berbunga-bunga, dan berbusa-busa. Saya juga tak pernah berpikir bahwa judul itu akan menarik dan memikat atau tidak buat pembaca. Pun demikian saya tak pernah memilah dan memilih kata-kata yang ajib, ajaib, atan bahkan ghaib. Juga tak pernah menulis dengan bahasa yang berbisa ataupu berbusa dan berbunga-bunga.
Jadi kalau atas dasar judul-judul(an) di atas, saya kira teman saya sangat berlebihan menyematkan sebutan "seniman kata". Toh saya juga tak pandai merangkai kata-kata biasa menjadi terdengar romantis atau mendayu-dayu. Paling banter membuat tulisan yang kata teman-teman saya itu (bukan) puisi, tetapi itu semua sangat tidak romantis. Tulisan itu sebagaian besar saya publikasikan di blog secangkir kopi, blog saya yang lain.
Jadi, sungguh saya bukanlah seniman kata seperti "tuduhan" teman blogger saya itu.
Jadi, sungguh saya bukanlah seniman kata seperti "tuduhan" teman blogger saya itu.
0 Komentar
Thanks for your visiting and comments!