SELAMA ini kawasan pegunungan di Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang, Jawa Timur dikenal sebagai daerah penghasil kopi. Belum ada catatan yang pasti berapa jumlah kopi yang dihasilkan dari Wonosalam. Begitu juga dengan sejarah mulai adanya tanaman kopi di Wonosalam. Namun, kalau kita menengok buku Java a Traveler’s Anthology menyebutkan bahwa pada tahun 1861 seorang naturalis asal Inggris, Alfred Russel Wallace, pernah berkelana sampai ke Jombang dan kemudian berkelana mengunjungi kebun kopi di Wonosalam dan mengumpulkan spesimen ayam hutan dan burung, terutama burung merak.
Ada beragam jenis kopi tumbuh dan di produksi di sini. Robusta, arabica dan beberapa jenis kopi genjah hasil persilangan, banyak dibudidayakan masyarakat. Yang cukup terkenal dan legendaris adalah kopi ekselsa atau di Wonosalam sering disebut kopi asisa. Setidaknya sampai dengan tahun 80-an kopi ini masih mendominasi ragam kopi yang ditanam masyarakat. Sampai hari inipun kopi jenis ini juga masih ada dan tumbuh di beberapa desa di Wonosalam. Di kawasan Dusun Segunung, Desa Carangwulung misalnya, yang berada persis di lereng Gunung Anjasmoro dengan ketinggian hampir 1000 meter dpl, tanaman kopi ekselsa sangat melegenda dan mempunyai sejarah yang panjang, sekaligus sebagai penopang perekonomian masyarakat.
Kawasan ini merupakan salah satu kawasan yang dulunya merupakan perkebunan kopi yang dikelola Belanda. Di kawasan ini pula berdiri pabrik pengolah kopi yang dibangun pada tahun 1920-an. Sayang sekali, meski waktu sekolah dasar saya sering “bermain-main” ke bangunan pabrik kopi ini, saya tidak mempunyai foto dokumentasinya. Jaraknya sekitar 1,5 km dari sekolah dasar saya, atau sekitar 3.5 km dari tempat tinggal saya. Di tahun 1997, saya terakhir kali melihat bangunan itu yang masih berdiri kokoh. Namun, di tahun 2000-an, bangunan pabrik kopi jaman Belanda itu sudah rata dengan tanah. Dan mungkinkah Alfred Russel Wallace pada tahun 1861 sempat berkunjung ke kawasan Segunung ini, yang berarti perkebunan kopi di Wonosalam sudah ada sejak sebelum tahun 1861? Mungkin saja.
Kalau benar kebun kopi itu sudah ada sejak sebelum tahun itu, apakah kopi yang tanam itu juga jenis ekselsa? Kemungkinan besar tidak. Setidaknya beberapa literatur menyebutkan bahwa kopi ekselsa ini berasal dari kawasan Afrika Barat dan baru ditemukan pada tahun 1905 oleh A. Chevalier di sekitar Sungai Char dan Danau Chad. Kemudian dari situ disebarkan oleh para pengelana, pedagang, dan negara-negara penjajah ke negeri-negeri jajahannya, seperti kolonial Belanda yang menyebarkannya sampai ke Indonesia.
Kopi ekselsa sendiri sampai saat ini masih menjadi salah satu penopang ekonomi masyarakat Wonosalam, selain komoditas cengkeh, kakao dan buah-buahan. Di kawasan Wonosalam kopi ini umumnya dipetik pada bulan september-oktober atau selepas musim panen raya cengkeh. Namun, kopi ini juga bisa dipanen di luar musim panen raya karena terkadang ada yang berbunga di luar musim. Bahkan setelah dipetik, beberapa saat kemudian seringkali memunculkan bunga-bungan baru, yang berewarna putih dan berbau khas.
Ciri khas tanaman kopi ekselsa adalah memiliki perakaran yang kuat, batang yang besar dan tingginya bisa mencapai 8 meter. Tajuknya bisa memanjang secara horisontal dengan daun yang lebar. Jika tanaman ini sudah berusia beberapa tahun atau puluhan tahun, apalagi jika ditanam berdekatan satu pohon dengan pohon lainnya, membuat sinar matahari nyaris tidak bisa menerobos sampai ke permukaan tanah. Tanaman-tanaman lain semacam rerumputan dan gulma tidak bisa tumbuh di bawahnya.
Daun mudanya umumnya berwarna merah kecoklatan kemudian lama-lama berubah menjadi hijau muda dan hijau tua bahkan cenderung gelap. Tanaman kopi ini sangat cocok jika ditanaman secara tumpangsari dengan tanaman jpetai. Tentu saja tanaman petai ditanam terlebih dahulu sampai mencapai ketinggian tertentu. Tanaman petai, selain daunnya yang kecil-kecil cocok menjadi tanaman naungan dan sebagai sumber hara bagi kopi, juga tajuk dan dedaunannya tidak mengganggu cahaya matahari untuk sampai ke tanaman kopi. Selain itu, cara memanen petai juga tidak menggangu dan merusak tanaman kopi. Beda misalnya jika kopi ditumpangsarikan dengan pohon sengon atau yang lainnya, yang ketika panen kayu pasti akan merusak tanaman kopi.
Dengan perakaran yang kuat, batang yang besar dan tinggi kopi ekselsa bisa ditanam dihampir semua jenis tanah dan cuaca. Mulai dari dataran rendah sampai ke dataran tinggi. Selain itu kopi ini relatif tahan dengan serangan hama dan penyakit serta lebih tahan dengan cuaca panas ataupun kondisi sedikit air. Jika musim bunga kopi tiba, aroma bunganya sangat khas dan tajam menyebar ke sekitar. Biasanya lebah akan segera mengerubuti bunga-bunga kopi yang sedang bermekaran.
Sementara itu, tampilan biji kopi ekselsa sangat menarik ketika masih dalam kondisi utuh. Baik yang masih hijau atau yang sudah ranum memerah. Namun biji yang sudah dikupas, ukurannya tidak terlalu besar dan kurang menarik. Umumnya petani menyimpan kopi-kopi ekselsa yang telah dipanen untuk dijadikan “tabungan” yang liquid, yang sewaktu-waktu bisa dijual. Dan ada kebiasaan bahwa kopi ekselsa Wonosalam ini, untuk bisa dinikmati, bukan diambil dari kopi yang baru dipanen, tetapi kopi hasil panen tahun-tahun sebelumnya. Pada umumnya disimpan dalam bentuk utuh tetapi sudah dikeringkan. Ada juga yang menyimpan setelah kopi segar digiling hingga terkelupas kulit lunaknya yang kemudian dikeringkan. Setelah kering langsung disimpan. Jadi tidak disimpan dalam kondisi kopi siap disangrai atau kopi yang sudah dikupas kulit cangkangnya.
Soal cita rasa dan aroma, kopi ekselsa mempunyai cita rasa dan aroma yang kuat dengan dominasi pahit. Yang paling sering dijumpai adalah kopi ini digoreng secara tradisional di atas tungku dengan menggunakan kayu bakar. Sementara alat penggorengannya menggunakan semacam kuali yang terbuat dari tanah liat (biasa disebut maron), atau kalau menggunakan bahan dari logam, minimal logamnya mempunyai ketebalan 2 cm. Kata para tetua, ini untuk menjaga tradisi dan citarasa unik dari kopi asisa atau ekselsa.
Untuk menambah rasa lain, kopi ini dalam proses penggorengan bisa diberi campuran rempah, misal cengkeh dan jahe yang sudah dikeringkan. Sementara untuk menghasilkan rasa gurih, saat menggoreng bisa ditambahkan dengan irisan kelapa. Sedangkan untuk menyeduhnya, paling umum langsung diseduh dalam gelas atau cangkir dengan menggunakan air panas yang mendidih, bukan dengan menggunakan air hasil pemanasan dispenser atau air yang telah disimpan dalam termos. Kalau tidak, bisa-bisa kopi yang kita nikmati justru membuat perut kembung, karena kopi yang diseduh belum “matang” benar. Ada juga yang biasa dilakukan masyarakat, terutama ketika membuat kopi untuk konsumsi banyak orang, bubuk kopi (bisa ditambah gula sesuai selera) langsung dimasukan ke dalam air yang mendidih di dalam ketel atau cerek lalu tutup dan membiarkannya sekitar semenit agar kopi benar-benar tercampur dengan baik. Setelah itu, ketel siap diangkat dan kopi siap dituang ke dalam gelas atau cangkir untuk dihidangkan.
Tertarik dengan kopi ekselsa yang eksotis dan legendari? Silahkan datang ke Wonosalam Jombang!
4 Komentar
Kopi excelsaku yg dr Wonosalam rasanya tdk pahit saja. Memang pahitnya ada sih, tp msh ada asem, asin dan ada rasa manis walau diminum tnp gula.
BalasHapusBahkan sering kali saya jumpai ada rasa mirip pisang, mangga dll
berarti bukan asli rasa kopi dong.....aku mau nyari yg asli rasa kopi ajah...
BalasHapusmau kopi yang bagaimana gan?
Hapuskopi setiap daerah rasanya berbeda-beda gan dan kopi pun berbeda-beda rasa - aroma bisa juga dari mulai cara tenam - penyajiannya...
kalau mau tanya-tanya tentang kopi bisa ane kasih wawasan...
Kopi termasuk buah, tidak ada salahnya jika hasil seduhan kopi muncul rasa buah.
BalasHapusKebetulan kopi excelsa punyaku hasil dari pemilik kebun kopi di Wonosalam yg saya dampingi. Buah kopi yg diproses harus petik merah, itupun harus di sortir, buah kopi yg kurang gizi atau kopi kopong dan buah kopi yg terserang hama harus dipisah sebab rasanya sangat mengganggu lidah. Kebetulan juga kopinya diproses natural dan semi wash.
Jika biji kopinya berkualitas dan disangrai pada profil sangrai tertentu, maka akan muncul rasa buah. Kebetulan Excelsaku yang dari Wonosalam sering muncul aroma mirip pisang rebus dan rasanya mirip mangga.
Thanks for your visiting and comments!