MUDIK adalah sebuah tradisi perjalanan pulang kampung yang dilakukan oleh orang-orang di Indonesia pada saat menjelang hari raya Idul Fitri. Biasanya, mudik dilakukan oleh perantau yang bekerja atau menempuh pendidikan di kota-kota besar dan ingin merayakan Idul Fitri bersama keluarga di kampung halaman. Berbagai moda transportasi pun digunakan dalam tradisi mudik ini.
Mudik menjadi sebuah momen yang sangat dinanti oleh masyarakat Indonesia, karena selain bisa berkumpul dengan keluarga, mudik juga dianggap sebagai momen yang sakral dan sarat dengan nilai-nilai kebersamaan dan silaturahmi.
Tradisi mudik juga telah menjadi ikon dari budaya Indonesia. Namun, dalam tiga tahun terakhir (2020-2022), pemerintah dan masyarakat Indonesia sempat mengurangi atau menghindari mudik ketika terjadi pandemi Covid-19, demi menjaga kesehatan dan keselamatan masyarakat. Untuk tahun ini mudik sudah tidak ada larangan lagi.
Mengapa Mudik?
Ada beberapa penyebab utama mengapa masyarakat Indonesia melakukan mudik, di antaranya: Pertama, kebutuhan emosional. Kebutuhan emosional menjadi alasan utama mengapa banyak orang melakukan mudik. Kebutuhan untuk bersilaturahmi dan berkumpul bersama keluarga besar di kampung halaman pada saat Hari Raya Idul Fitri menjadi sangat penting bagi kebanyakan orang di Indonesia.
Kedua, tradisi dan budaya. Mudik merupakan sebuah tradisi dan budaya yang telah dilakukan turun temurun dan menjadi bagian penting dari budaya Indonesia. Tradisi ini juga menjadi cara bagi masyarakat Indonesia untuk mempererat hubungan keluarga, teman, dan kerabat.
Ketiga, libur panjang. Hari Raya Idul Fitri merupakan momen libur panjang bagi masyarakat Indonesia. Selama masa libur panjang ini, banyak orang memanfaatkan waktu luangnya untuk melakukan mudik ke kampung halaman.
Keempat, kondisi ekonomi. Sebagian masyarakat Indonesia melakukan mudik karena ingin memperoleh penghasilan tambahan dengan membawa barang dagangan dari kota ke desa. Sebaliknya, ada juga yang memanfaatkan kesempatan mudik untuk mencari pekerjaan di kampung halaman.
Kelima, perspektif agama. Dalam perspektif agama Islam, umat Muslim dianjurkan untuk berlebaran bersama keluarga di kampung halaman dan juga untuk berziarah ke makam para leluhur.
Keenam, faktor psikologis. Beberapa orang juga merasa kurang nyaman merayakan Idul Fitri di kota besar dan ingin kembali ke kampung halaman yang lebih tenang dan damai serta berada ditengah-tengah keluarga besar.
Tentu penyebab mudik ini dapat berbeda-beda bagi setiap orang, namun yang pasti mudik merupakan sebuah tradisi yang sangat melekat di masyarakat dan dianggap penting untuk menjaga hubungan sosial dan budaya.
Berkah Ekonomi Desa
Mudik tentu tidak hanya untuk memecah kerinduan pada “asal-usul” tetapi juga membawa keberkahan. Salah satunya adalah memberikan berkah ekonomi bagi desa. Mudik memiliki potensi untuk meningkatkan perekonomian karena selama mudik, banyak orang yang melakukan perjalanan ke kampung halaman dan membawa uang tunai yang digunakan untuk membeli berbagai barang dan jasa yang ada di kampung halamannya.
Dengan demikian, mudik menyebabkan peredaran uang naik cukup signifikan. Bukan saja peredaran secara nasional, tetapi juga peredaran uang dari “pusat-pusat kapitaslis” menuju desa yang selama ini relatif stagnan. Bahkan uang beredar ketika lebaran di masa pandemi Covid 19 atau pada Lebaran 2020 lalu tetap deras berputar. Misal pada Lebaran 2020, Kementerian Perhubungan dan Bank Indonesia mencatat bahwa jumlah warga yang mudik ke desa hanya 297.000 orang, padahal tercatat uang beredar masih Rp 109 triliun.
Ini berarti bahwa hampir seluruh dana ditransfer pemudik, tanpa hadir bertatap muka ke desa-desa. Sedangkan pada Lebaran 2022 yang mulai ada kelonggaran, ada sekitar 85 juta orang melakukan perjalanan mudik ke desa-desa sekaligus mengedarkan uang Rp 175 triliun.
Sementara dalam hal transportasi, mudik menjadi momen untuk meningkatkan permintaan pada jasa transportasi, baik itu transportasi darat, laut maupun udara. Dalam hal ini, pihak pengusaha transportasi dapat memanfaatkan momen ini untuk menaikkan tarif karena tingginya permintaan yang ada selama periode mudik.
Selain itu, perjalanan mudik juga meningkatkan permintaan terhadap berbagai produk kebutuhan rumah tangga, seperti makanan, minuman, pakaian dan berbagai aksesoris lebaran maupun perlengkapan rumah tangga. Hal ini memberikan peluang bagi para pedagang desa untuk meningkatkan penjualan mereka selama periode mudik.
Tidak hanya itu, mudik juga dapat meningkatkan kegiatan wisata di desa-desa karena banyak orang yang melakukan perjalanan mudik juga melakukan kunjungan ke obyek-obyek wisata di sekitar desa. Hal ini dapat membuka peluang bisnis baru bagi para pelaku wisata yang ada di desa. Belum lagi transaksi pembelian produk-produk lokal yang ada di desa. Termasuk juga tebar uang pemudik untuk sanak saudara yang ada di desa.
Dengan demikian secara tidak langsung mudik Lebaran membuat terjadinya pemerataan ekonomi yang tersebar di desa atau kota tempat pemudik pulang. Pemerataan ekonomi itu terjadi karena pemudik membelanjakan uangnya untuk keperluan makan, minum, tranportasi, berwisata dan sebagainya.
Namun, ekonomi mudik juga dapat menyebabkan peningkatan harga kebutuhan pokok, peningkatan biaya transportasi, dan terjadinya kemacetan yang mengakibatkan peningkatan biaya logistik. Mudik juga menjadi ajang “demonstration effect” yang justru menimbulkan terjadinya urbanisasi pasca lebaran.
Oleh karena itu, pihak-pihak terkait perlu melakukan upaya untuk mengatasi dan mengurangi dampak negatif dari mudik ini.Dengan demikian mudik dapat memberikan dampak positif, memberikan multiplier efek yang optimal bagi perekonomian di kawasan pedesaan atau kota tujuan pemudik. Selamat mudik!
https://www.wartatransparansi.com/2023/04/19/mudik-dan-berkah-ekonomi-desa-28.html
0 Komentar
Thanks for your visiting and comments!