Sumber Foto: Kompas.id |
MASIH ada yang ingat dengan tragedi 12 Mei? Ya, pada 12 Mei 25 tahun yang lalu atau pada 1998 ada peristiwa kerusuhan dan kekerasan yang terjadi di Indonesia yang melibatkan banyak orang. Peristiwa tersebut terjadi karena situasi dan kondisi politik dan ekonomi yang memanas dan membara akibat Indonesia mengalami krisis ekonomi terburuk di era pemerintahan Presiden Soeharto yang telah berkuasa selama lebih dari 30 tahun. Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar Amerika terdepresiasi sampai 600 persen dalam tempo tak lebih dari setahun. Nilai rupiah yang pada awalnya atau per juli 1997 nilainya Rp. 2.360 per US dollar tergerus nilainya yang hampir menembus Rp. 17.000 per US dollar. Ketidakpuasan terhadap rezim otoriter dan korup inilah yang kemudian memunculkan protes dan demonstrasi di berbagai kota di Indonesia.
Salah satu protes dan demonstrasi besar-besaran terjadi pada 12 Mei 1998 yang dilakukan oleh para mahasiswa di sekitar kawasan Universitas Trisakti Jakarta, yang kemudian menjadi sasaran serangan dan kekerasan sekelompok orang. Kejadian inilah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya kerusuhan yang meluas di Jakarta dan beberapa kota besar lainnya di Indonesia.
Kerusuhan yang terjadi mengakibatkan banyak kerusakan, pembakaran dan penjarahan di mana-mana, termasuk terjadinya kekerasan antar-etnis. Melansir pemberitaan kompas.id ada empat mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta, tewas tertembak peluru tajam aparat keamanan saat melakukan demonstrasi menuntut Soeharto mundur pada 12 Mei 1998. Mereka adalah Elang Mulia Lesmana (20), Heri Hertanto (21), Hafidin Royan (22), dan Hendriawan Sie (23). Kematian keempat mahasiswa ini memicu kemarahan masyarakat. Kerusuhan pecah keesokan harinya, yakni pada 13-15 Mei 1998. Masyarakat yang marah menghancurkan dan menjarah pusat pertokoan di wilayah Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Kerusuhan ini juga menyebabkan sentimen pada kelompok warga keturunan Tionghoa. Selain di Jakarta, kerusuhan juga melanda Kota Solo, Surabaya, Medan, Padang, Palembang, hingga Makassar.
Pada kerusuhan berikutnya, banyak korban tewas, termasuk dari warga sipil dan pemukiman etnis Tionghoa menjadi salah satu obyek yang paling terdampak. Selama beberapa hari, situasi di Indonesia sangat tidak stabil, demonstrasi yang disertai kerusuhan melanda beberapa kota dan ada laporan tentang tindakan kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia.
Tentu tragedi 12 Mei 1998 menjadi salah satu peristiwa kelam namun penting dalam sejarah "berdarah-darah" Indonesia karena dianggap sebagai titik balik pengunduran Soeharto dari jabatan kursi presiden pada 21 Mei 1998 setelah lebih dari 30 tahun berkuasa. Peristiwa ini juga menjadi awal dari reformasi politik dan demokratisasi di Indonesia yang kita kenal dengan orde reformasi.
Sejak tragedi 12 Mei 1998, berbagai upaya telah dilakukan untuk mencari keadilan bagi para korban kerusuha dan menyelidiki berbagai pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi. Namun, sampai pergantian presiden beberapa kali, proses tersebut belum sepenuhnya memuaskan bagi semua pihak yang terlibat. Dan tragedi 12 Mei 1998 tetap menjadi momen dan "monumen" bersejarah yang mengingatkan kita akan perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
Ketika itu, apa daya saya tinggal di pelosok desa yang jauh dari ketiuahn dan kerusuhan. Saya hanya mampu melihat tragedi pemberitaan di berbagai siaran televisi. Ngeri, dan sempat membuat prasasti seperti ini:
Trisakti, 12 Mei 1998
0 Komentar
Thanks for your visiting and comments!