KHOTBAH Jumat terakhir di bulan sa’ban, para khatib mengingatkan kepada para jamaah tentang akan hadirnya bulan yang Agung, bulan yang penuh ampunan, yang penuh Rahmah dan Berkah, yaitu bulan Ramadan. Mereka juga mengajak kepada para jamaah melalui doa, dengan harapan agar diberi kekuatan dan kesehatan oleh Allah SWT, sehingga mampu menjalankan dengan sempurna rukun Islam yang ketiga ini. Mereka juga berharap agar diberi kesempatan dan kemampuan bisa bertemu kembali dengan Ramadan tahun berikutnya. Tampaknya, khutbah Jum’at terakhir di bulan sa’ban itulah yang menginspirasi penulis menyusun buku yang menarik ini.
Ramadan menjadi salah satu bulan suci yang dinantikan hampir seluruh umat Islam di dunia. Bukan sekadar berpuasa dan meningkatkan ritual ibadah individual dalam satu bulan penuh, tetapi Ramadan juga menggerakan beragam tradisi maupun kehidupan sosial dan ekonomi.
Memang benar, Ramadan adalah bulan yang sangat dinanti-nantikan oleh umat Islam. Meskipun, sikap penantian masing-masing umat menunjukkan adanya keragaman. Pada umat tertentu, penantian itu disikapi dengan kegembiraan dan rasa suka cita secara seutuhnya. Umat yang lain menyikapinya dengan rasa kegembiraan, tetapi masih diselimuti rasa kekhawatiran; khawatir karena pertimbangan kondisi fisik atau ekonomi. Ada juga umat yang gembira, tapi tertahan karena adanya rasa ketakutan, rasa takut yang dibangunnya sendiri: misal, puasanya sia-sia karena pahalanya tidak diterima. Sedangkan umat yang lain menganggap hadirnya bulan Ramadan tak ubahnya menghadapi beban baru dan pengekangan. Atau, mungkin masih ada berbagai macam sikap lainnya yang dimiliki oleh umat Islam sebagai cara mereka menyikapi hadirnya bulan yang penuh berkah ini. Itulah kenyataan beragam reaksi umat dalam menyambut hadirnya bulan Ramadan sebagaimana diungkapkan oleh penulis dalam buku ini.
Pada saat Ramadan, orang-orang berlomba-lomba meningkatkan ritual ibadahnya, karena di dalamnya terdapat banyak keistimewaan yang diturunkan oleh Allah SWT. Orang-orang lebih rajin ke masjid untuk menunaikan sholat wajib dan sholat-sholat sunnah seperti tarawih dan witir. Orang-orang juga lebih rajin bertadarus dan mencari kajian-kajian reliji di majelis taklim. Bulan Ramadan juga diiringi dengan banyaknya keberkahan yang tidak ditemukan pada sebelas bulan lainnya.
Ketika Ramadan pahala dihitung berlipat ganda. Bahkan tidurnya orang berpuasa pun dihitung sebagai ibadah, yang hitungannya hanya Allah SWT yang melakukan. Ini seperti sabda Nabi Muhammmad SAW: “Dari Abi Hurairah Ra berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Setiap amal anak Adam akan dilipatgandakan. Satu kebajikan dilipatgandakan 10 sampai 700 kali. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman ‘Kecuali puasa karena puasa adalah untuk-Ku dan Aku-lah yang membalasnya. Dia meninggalkan kesenangan dan makananya karena-Ku,” (HR Muslim).
Ramadan bisa dilihat dari berbagai konteks kehidupan, mulai dari konteks kehidupan sosial, dalam konteks tradisi, dan konteks sosial ekonomi. Dan inilah gambaran kehidupan masyarakat yang tidak terlepas dari proses pertukaran atau exchange, demikian kata George Homans, pengikut aliran filsafat utilitarianisme.
Nah, dalam konteks tersebut, penulis buku ini mencoba memotret hal-hal tersebut. Meskipun penulis berlatar belakang ekonomi, dan dominasi tulisan memang lebih pada sudut pandang ekonomi, namun penulis juga mencoba mengurai hal-hal di luar ekonomi, artinya Ramadan yang terkait dengan tradisi dan kehidupan sosial lainnya, yang ternyata itu merupakan pengalaman empiris penulis. Menariknya lagi buku ini adalah terasa spontanitasnya dalam memotret realitas kehidupan, terutama kehidupan ekonomi ketika bulan Ramadan. Potret Ramadan yang mengawinkan realitas kehidupan reliji, tradisi, sosiologi, dan ekonomi dalam satu bingkai, bingkai Ramadan Semanis Kurma.
Akhirnya, dari sejumlah subtema yang ditampilkan dalam buku ini, tampaknya penulis juga menggunakan strategi self-reflextive, yaitu berdasar pada pengalaman hidup atau dokumen pribadi penulis sehingga karya ini sangat orijinal. Beragam reaksi kegembiraan menyambut hadirnya bulan Ramadan ditampilkannya. Mulai dari kegembiraan dunia kanak-kanak yang tulus hingga cara cerdik masyarakat memanfaatkan peluang (sosial dan ekonomi) seputar kehidupan Ramadan.
Selamat membaca dan berkontemplasi [Prof. Dr. Tadjoer Ridjal B].
0 Komentar
Thanks for your visiting and comments!