LEBARAN di Indonesia bukan hanya perayaan agama, tetapi juga fenomena ekonomi yang memengaruhi berbagai sektor dalam waktu singkat. Tradisi mudik, konsumsi tinggi, dan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) menjadi katalis utama dalam pergerakan ekonomi nasional setiap tahunnya. Pada momen ini, konsumsi rumah tangga melonjak tajam, berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Berkaca pada lebaran tahun lalu (2023) Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa konsumsi rumah tangga berkontribusi sebesar 54,37% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2023. Dalam konteks Lebaran, konsumsi ini meningkat pesat karena kebutuhan pangan, pakaian, transportasi, dan rekreasi meningkat. Berdasarkan survei Mandiri Institute, pengeluaran masyarakat selama Ramadan dan Lebaran rata-rata naik 30-40% dibandingkan bulan-bulan biasa. Ini menjadi momen penting bagi pelaku usaha, terutama UMKM yang mendominasi sektor ritel dan kuliner.
Namun, konsumsi yang meningkat tajam dalam waktu singkat memiliki dua sisi mata uang. Di satu sisi, hal ini mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi di sisi lain dapat menyebabkan inflasi. Pada Lebaran 2023 lalu, inflasi tahunan tercatat mencapai 4,97%, lebih tinggi dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Kenaikan harga bahan pangan seperti daging, ayam, dan telur menjadi penyumbang utama inflasi. Ini mengindikasikan bahwa pola konsumsi yang tinggi saat Lebaran perlu diimbangi dengan pasokan yang memadai agar harga tetap terkendali.
Mudik Lebaran juga berperan penting dalam menggerakkan ekonomi daerah. Menurut Kementerian Perhubungan, sekitar 123,8 juta orang melakukan perjalanan mudik pada tahun 2023, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Fenomena ini membawa dampak positif pada sektor transportasi, pariwisata, dan perdagangan lokal di berbagai daerah. Perputaran uang selama Lebaran diperkirakan mencapai Rp180 triliun, angka yang cukup besar untuk mendukung ekonomi lokal.
Namun, perlu kita akui bahwa tingginya konsumsi selama Lebaran cenderung bersifat sementara dan kurang berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi yang bergantung pada konsumsi musiman berisiko jika tidak didukung oleh investasi dan ekspor yang kuat. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mendorong konsumsi yang lebih produktif, seperti investasi di sektor pendidikan, kesehatan, dan teknologi.
Peran pemerintah dalam menjaga stabilitas harga dan memastikan ketersediaan barang pokok sangat penting. Program operasi pasar dan stabilisasi harga pangan perlu terus ditingkatkan agar masyarakat tidak terbebani harga tinggi saat Lebaran. Selain itu, optimalisasi teknologi digital dalam distribusi pangan dapat menjadi solusi jangka panjang.
Kita juga perlu memanfaatkan momentum Lebaran untuk mendorong transaksi digital. Berdasarkan data Bank Indonesia, transaksi uang elektronik selama Ramadan dan Lebaran 2023 meningkat 33,17% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Perkembangan ini menunjukkan bahwa digitalisasi ekonomi semakin diterima masyarakat dan dapat menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Lebaran adalah momen kebahagiaan, tetapi juga saat yang tepat untuk mengevaluasi bagaimana konsumsi rumah tangga dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan pengelolaan konsumsi yang tepat, kita bisa menjadikan Lebaran sebagai penggerak ekonomi nasional, bukan hanya euforia sesaat.
0 Komentar
Thanks for your visiting and comments!