Ad Code

Ketika 10 Keluarga Menguasai Kekayaan 114 Juta Orang

Ketimpangan Perekonomian [Foto: Oxfam].

DALAM sebuah diskusi (10/24/2024) Hashim Djojohadikusumo, berbicara masalah ketimpangan di Indonesia. Salah satu yang disorot adalah pertumbuhan orang kaya yang dinilai sangat pesat. Menurutnya, 10 orang terkaya di Indonesia lebih kaya dari 114 juta orang lainnya. Tentu saja angka yang disampaikan tersebut menunjukkan realitas ketimpangan yang begitu tajam dan sistemik di Indonesia.

Kalau kita cermati, menurut laporan dari berbagai lembaga ekonomi, memang ketimpangan di Indonesia semakin parah. Beberapa keluarga super kaya memiliki kekayaan yang begitu besar sehingga mereka menguasai sebagian besar sumber daya ekonomi, sementara ratusan juta orang lainnya hidup dalam kondisi yang jauh dari kata sejahtera. Fenomena ini menciptakan dualisme perekonomian, seperti yang diungkapan oleh JH Boeke, dimana satu kelompok kecil yang hidup dalam kemewahan dan keberlimpahan sementara kelompok besar lainnya harus hidup dalam emiskinan dan serba kekurangan.

Fakta bahwa kekayaan 10 keluarga lebih besar daripada 114 juta orang lainnya seperti yang disampaikan Hashim Djojohadikusumo, bukan hanya menggambarkan ketidaksetaraan distribusi kekayaan, tetapi juga menunjukkan betapa berpengaruhnya kekuatan ekonomi mereka (10 keluarga kaya) dalam menentukan arah perekonomian nasional. Ketimpangan ini menciptakan kesenjangan sosial yang semakin melebar, di mana akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan pekerjaan layak semakin sulit bagi sebagian besar penduduk.

Ada berbagai faktor yang berkontribusi pada semakin lebarnya jurang kekayaan di Indonesia. Salah satu faktor utama adalah model pembangunan yang cenderung menguntungkan mereka yang sudah kaya. Kebijakan ekonomi yang mendorong pertumbuhan industri dan investasi besar-besaran seringkali diikuti dengan pengabaian terhadap sektor-sektor ekonomi kecil yang menjadi tumpuan hidup mayoritas rakyat, seperti pertanian dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Selain itu, kurangnya regulasi yang efektif terhadap monopoli sumber daya ekonomi juga memperparah ketimpangan ini. Beberapa keluarga dan konglomerat memiliki kendali atas sektor-sektor strategis seperti tambang, perkebunan, dan properti. Dengan kekuasaan ekonomi yang besar, mereka memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan publik, yang seringkali memperkuat posisi mereka dan meminggirkan kelompok yang lebih lemah.

Ketimpangan yang begitu tajam tidak hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga dapat memicu berbagai masalah sosial. Salah satu dampak yang paling nyata adalah meningkatnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan institusi ekonomi. Ketika sebagian besar masyarakat merasa bahwa mereka tidak memiliki kesempatan yang sama untuk menikmati hasil pembangunan, rasa frustrasi dan ketidakpuasan akan semakin meluas.

Selain itu, ketimpangan juga memicu potensi konflik sosial. Ketika sebagian kecil masyarakat terus menikmati kekayaan yang melimpah sementara yang lain harus berjuang untuk sekadar bertahan hidup, ketegangan sosial akan semakin sulit dihindari. Ketimpangan menciptakan kondisi di mana kesenjangan antara harapan dan kenyataan hidup semakin besar, dan ini dapat menjadi bahan bakar bagi ketidakstabilan sosial.

Untuk mengatasi masalah ketimpangan ini, reformasi kebijakan sangat diperlukan. Pemerintah harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya menguntungkan segelintir orang kaya, tetapi juga dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan memperkuat redistribusi kekayaan melalui kebijakan perpajakan yang lebih progresif. Mereka-mereka yang memiliki kekayaan besar harus berkontribusi lebih besar kepada negara. Pajak yang adil dan progresif akan memungkinkan pemerintah untuk mengalokasikan dana lebih banyak kepada sektor-sektor yang memberikan dampak langsung pada kesejahteraan masyarakat luas, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar.

Selain itu, reformasi agraria dan pemberdayaan UMKM juga perlu mendapatkan perhatian lebih. Dalam hal ini, pemerintah perlu memastikan bahwa sumber daya ekonomi, seperti tanah dan modal, dapat diakses oleh masyarakat luas, bukan hanya oleh segelintir elit. Meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber daya akan membantu mengurangi ketimpangan dan menciptakan peluang ekonomi yang lebih merata.

Ketimpangan yang ekstrem di Indonesia juga tidak bisa dilepaskan dari peran oligarki, yaitu segelintir orang yang menguasai perekonomian dan politik negara. Oligarki ini memiliki kekuatan yang sangat besar dalam menentukan arah kebijakan nasional. Untuk mengurangi ketimpangan, perlu ada upaya yang nyata untuk membatasi pengaruh oligarki dalam proses pembuatan kebijakan.

Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan serta memperkuat lembaga-lembaga yang dapat mengawasi kekuatan ekonomi besar. Peningkatan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan juga penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil mencerminkan kebutuhan dan aspirasi seluruh rakyat, bukan hanya kepentingan elit.

Dan yang paling penting, mendorong keadilan ekonomi bukan hanya tentang memperbaiki kondisi materi, tetapi juga tentang menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan adil. Ketika kekayaan dan kesempatan didistribusikan secara lebih merata, masyarakat akan merasa lebih terlibat dalam proses pembangunan, dan ini akan memperkuat kohesi sosial serta memperkuat fondasi demokrasi di Indonesia. Mustahil demokrasi akan sehat jika perekonomian masyarakat tidak sehat. Kemiskinan akan memicu mayarakat mudah dininabobokan dan dibius oleh politisi-politisi busuk dengan sembako dan dana-dana sosial.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code