Ad Code

Jejak Sejarah Gereja Santo Ignatius Loyola di Sikka

Gereja Santo Ignatius Loyola di Sikka [Foto: Shutterstock]

KABUPATEN Sikka di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, dikenal memiliki sejumlah gereja tua yang telah berdiri lebih dari seratus tahun. Sebenarnya selain di Kabupaten Sikka, menurut sewuuc di kawasan lain juga banyak gereja yang berusia tua. Namun di Sikka, gereja-gereja yang berdiri membunyai keunikan tersendiri. Salah satu yang paling ikonik adalah Gereja Santo Ignatius Loyola, yang oleh masyarakat lebih dikenal sebagai Gereja Tua Sikka. Terletak di Desa Sikka, gereja ini berdiri di sepanjang garis pantai selatan Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka. Gereja ini dibangun pada tahun 1893 oleh Pastor JF Engbers D'armanddaville, seorang misionaris Portugis, dengan bantuan Raja Sikka, Joseph Mbako Ximenes da Silva.

Desain arsitektur gereja ini merupakan hasil karya Pastor Antonius Dijkmans, yang juga merancang Gereja Katedral di Jakarta. Gaya arsitektur Gereja Tua Sikka menggabungkan unsur Renaisans dan Barok dari Eropa dengan elemen budaya lokal, menciptakan perpaduan harmonis antara dua tradisi tersebut.

Bergaya Eropa dan Lokal

Gereja ini banyak menggunakan kayu jati sebagai material utama untuk struktur bangunannya, termasuk kuda-kuda dan tiang penyangga. Sebanyak 360 kubik kayu jati didatangkan dari hutan di Pulau Jawa yang terkenal berkualitas tinggi dan dikirim melalui jalur laut ke Maumere. Karena pantai di Desa Sikka terlalu dangkal untuk kapal besar, kayu-kayu tersebut dilarungkan dan kemudian ditarik ke darat oleh masyarakat setempat.

Selain kayu jati, bahan lain seperti semen dan besi juga didatangkan dari luar daerah. Gereja ini memiliki dimensi panjang 47 meter dan lebar 12 meter, dengan lanskap sekitar yang dihiasi bukit dan pantai. Fasad bangunan berbentuk dua lapis kerucut, dengan menara lonceng setinggi 15 meter yang berdiri di atasnya. Menara ini dilengkapi salib di puncaknya dan terbuat dari batu abu-abu. Pintu masuk gereja dikelilingi oleh struktur kayu jati, dan patung Santo Ignatius Loyola serta Santo Yosef berdiri di sisi kiri dan kanan pintu.

Di bagian dalam, gereja memiliki barisan panjang bangku dari kayu jati. Atap gereja dibiarkan tanpa plafon, sehingga genteng terlihat jelas dari dalam. Sebanyak 16 tiang kayu jati menyangga struktur atap, disusun melengkung dan disilangkan untuk menambah kekokohan. Warna cokelat dan kuning mendominasi interior kayu gereja.

Motif wenda, yang merupakan corak khas tenun ikat Sikka, menghiasi dinding gereja. Motif ini telah ada sejak misa Natal pertama pada 24 Desember 1899 dan terus dipertahankan hingga saat ini. Altar gereja dihiasi motif yang menyerupai tenunan pakaian raja berbentuk belah ketupat.

Menjaga Sejarah dan Tradisi

Kompleks gereja ini memiliki halaman luas dan di sayap kanan bangunan utama terdapat gedung pastoran. Di sekitar gereja juga terdapat makam para raja dan pastor Sikka. Berbagai benda kuno seperti tempat lilin kuningan dan buku misa lama masih terpelihara di sekretariat paroki. Tak jauh dari gereja juga ada bangunan atau rumah Raja Sikka yang kondisinya sudah tak terawat.

Sebuah patung salib Yesus, peninggalan Raja da Silva, menjadi bagian penting dalam tradisi Logu Senhor, yaitu ritual Jumat Agung di mana patung ini diarak mengelilingi kampung. Menurut kepercayaan masyarakat, salib ini diyakini mampu menghalau wabah dan penyakit.

Gereja Tua Sikka kini menjadi salah satu destinasi wisata religi yang menarik di Kabupaten Sikka. Selain menjadi saksi sejarah, gereja ini juga mencerminkan keberagaman budaya yang tetap terjaga sampai sekarang.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code