Ad Code

4 Perusahaan Raksasa yang Mengalami Kebangkrutan

perusahaan kodak
Perusasaan Kodak [Foto: forbes]

DALAM dunia bisnis, keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh besarnya perusahaan, tetapi juga oleh strategi, manajemen, dan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan zaman. Perusahaan sebesar apapun bisa mengalami kejatuhan jika tidak mampu mengelola tantangan dan risiko. Beberapa perusahaan besar di Indonesia bahkan harus gulung tikar karena berbagai faktor yang tidak dapat mereka atasi. Berikut ini adalah empat perusahaan raksasa yang pernah berjaya di Indonesia tetapi akhirnya harus menyerah pada kenyataan pahit. 

1. PT Sariwangi Agricultural Estate Agency (SAEA)  

Siapa yang tidak mengenal merek teh celup Sariwangi? Sejak berdiri pada 1973, PT Sariwangi Agricultural Estate Agency (SAEA) telah menjadi salah satu produsen teh terkemuka di Indonesia. Namun, pada 2018, perusahaan ini dinyatakan pailit setelah gagal membayar utang sebesar US$ 20,5 juta atau sekitar Rp 316 miliar kepada Bank ICBC Indonesia. Unilever memang telah membeli merek Sariwangi pada 1989, tetapi bukan perusahaan yang memproduksi teh tersebut. Masalah utang yang besar membuat SAEA tidak mampu bertahan, dan nama besar Sariwangi pun menjadi sejarah kelam dalam industri teh Indonesia.  

2. Nyonya Meneer  

Nyonya Meneer adalah salah satu merek jamu legendaris di Indonesia. Berdiri sejak lama dan memiliki reputasi yang kuat, perusahaan ini dikenal luas sebagai pelopor industri jamu tradisional. Namun, pada 2017, Nyonya Meneer resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang. Masalah internal keluarga penerus, utang yang terus menumpuk, serta kurangnya inovasi produk menjadi faktor utama kejatuhan bisnis ini. Penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) antara Nyonya Meneer dan kreditur tidak membuahkan hasil, membuat perusahaan ini tidak mampu bertahan lebih lama.  

3. 7-Eleven  

Bagi kita yang pernah menikmati era 2010-an di Jakarta, 7-Eleven (Sevel) menjadi tempat nongkrong favorit anak muda. Gerai ini menawarkan berbagai makanan dan minuman, seperti Slurpee, yang menjadi daya tarik utama. Namun, popularitas tersebut tidak cukup untuk menyelamatkan bisnis mereka. Pada 2017, seluruh gerai 7-Eleven di Indonesia harus ditutup. Masalah utama yang mereka hadapi adalah tingginya biaya operasional yang tidak sebanding dengan pendapatan. Selain itu, persaingan ketat dengan minimarket lain yang lebih terjangkau turut mempercepat kejatuhan Sevel.  

4. Kodak  

Kodak, nama besar di dunia fotografi, juga menjadi salah satu contoh kegagalan perusahaan besar. Berdiri sejak 1892, Kodak adalah pelopor dalam industri ini. Namun, pada 2012, mereka resmi dinyatakan pailit karena tidak mampu bersaing di era digital. Kodak lambat beradaptasi dengan perubahan teknologi. Ketika produk digital mulai mendominasi pasar, Kodak tetap bertahan dengan teknologi lama. Sikap enggan berinovasi ini menjadi penyebab utama kehancuran mereka.  

Itulah empat perusahaan besar yang mengalami kebangkrutan. Kisah kejatuhan perusahaan besar seperti PT Sariwangi, Nyonya Meneer, 7-Eleven, dan Kodak memberikan kita banyak pelajaran berharga. Kesuksesan bisnis tidak hanya soal besar atau kecilnya perusahaan, tetapi juga bagaimana kita mengelola tantangan, berinovasi, dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Semoga dari kisah-kisah ini, kita dapat mengambil hikmah untuk membangun bisnis ataupun organisasi lainnya yang lebih kuat, tangguh, dan berkelanjutan di masa depan.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code