DESA Manduro, yang berada di Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, memiliki akar sejarah yang panjang berdasarkan tradisi lisan masyarakatnya. Konon, desa ini didirikan oleh dua orang pelarian dari Madura yang menetap di perbukitan kapur, kawasan yang dulunya merupakan hutan belantara. Dari keturunan mereka, berkembanglah komunitas yang kemudian dikenal sebagai Desa Manduro.
Menurut penuturan masyarakat, dua pendiri desa tersebut diyakini sebagai bagian dari laskar Trunajaya yang melarikan diri setelah kalah dalam perang melawan Mataram pada abad ke-17. Mereka memilih lokasi yang terpencil di perbukitan kapur karena dianggap aman untuk bersembunyi. Pendapat ini sejalan dengan sejarah pemberontakan Trunajaya yang berakhir pada tahun 1679, di mana banyak prajurit Madura melarikan diri ke daerah sekitar Kediri, Malang, dan Jombang.
Namun, terdapat pandangan lain mengenai asal-usul desa ini. Kedatangan orang Madura ke Manduro diduga terjadi dalam beberapa gelombang migrasi. Gelombang pertama diyakini terjadi pada masa awal berdirinya Kerajaan Majapahit, ketika Arya Wiraraja dari Madura membantu Raden Wijaya membuka hutan Tarik, yang kemudian menjadi pusat kerajaan. Gelombang selanjutnya berlangsung pada masa Pangeran Purbaya, serta pada era kolonial Belanda ketika orang Madura dikirim ke Jawa untuk berbagai keperluan, termasuk menjadi buruh perkebunan.
Terdapat dua versi utama mengenai sejarah pendirian Desa Manduro. Versi pertama menghubungkannya dengan laskar Trunajaya, sementara versi lain mengaitkannya dengan keturunan Pangeran Arya Wiraraja. Kedua pendapat ini memiliki landasan sejarah yang kuat, mengingat peran penting Madura dalam sejarah politik dan sosial di Jawa. Pada abad ke-18, perpindahan orang Madura ke Jawa juga didorong oleh konflik seperti Perang Gianti (1746–1755), dan banyak dari mereka yang akhirnya menetap di wilayah dengan karakteristik geografis mirip Madura, termasuk Manduro.
Jejak sejarah masih terlihat di Manduro, terutama di Dusun Gesing, yang menyimpan peninggalan berupa puing-puing batu yang belum diketahui asal-usulnya. Beberapa penduduk meyakini bahwa peninggalan tersebut terkait dengan Kerajaan Majapahit atau tokoh Sunan Geseng, seorang wali yang diyakini pernah tinggal di Manduro. Dusun ini juga dikenal dengan cerita mistis, seperti keberadaan Sendang Weji, sebuah mata air keramat yang dipercaya sebagai tempat menghilangnya Sunan Geseng. Fenomena aneh sering dilaporkan terjadi di sekitar sendang ini, terutama saat terjadi peristiwa besar di Indonesia.
Selain Dusun Gesing, ada pula Dusun Guwo yang menyimpan keunikan tersendiri. Nama dusun ini berasal dari adanya dinding batu terjal yang diyakini menutupi mulut sebuah gua tersembunyi. Penduduk setempat percaya bahwa hanya kepala desa yang memiliki kemampuan membuka pintu gua tersebut.
Sejarah panjang dan kekayaan tradisi lisan menjadikan Desa Manduro sebagai salah satu desa dengan warisan budaya yang menarik. Meskipun belum ada penelitian arkeologi yang mendalam, berbagai peninggalan sejarah dan cerita rakyat terus dilestarikan oleh masyarakat, menjadikan desa ini bagian penting dari mosaik sejarah di wilayah tersebut.
0 Komentar
Thanks for your visiting and comments!