Ad Code

Gandrung Pinjol dan BNPL Menjelang Lebaran, Apa Risikonya?

MENJELANG Lebaran tahun ini, kebiasaan masyarakat kita dalam mengatur keuangan tampaknya mulai berubah. Bukan lagi soal menabung jauh-jauh hari atau menyisihkan sebagian penghasilan bulanan, tapi kini semakin banyak dari kita yang memilih untuk memanfaatkan layanan keuangan digital seperti pinjaman online (pinjol) dan skema Buy Now Pay Later (BNPL). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahkan memprediksi peningkatan tajam penggunaan layanan ini jelang hari raya, seiring dengan melonjaknya kebutuhan dan pengeluaran.

Dalam kondisi ekonomi yang masih penuh tantangan, keberadaan pinjol dan BNPL memang memberikan kemudahan. Kita bisa berbelanja kebutuhan Lebaran, mulai dari pakaian baru, parsel, hingga tiket mudik, tanpa harus langsung membayar lunas. Cukup dengan beberapa klik di ponsel, semua transaksi bisa selesai, dan kita hanya perlu mencicil di kemudian hari. Sangat menggoda, bukan?

Namun di balik kemudahan itu, ada kekhawatiran yang tak bisa kita abaikan. OJK selalu mewanti-wanti dan mengingatkan bahwa lonjakan penggunaan layanan pinjol dan BNPL berpotensi meningkatkan angka kredit macet atau non-performing financing (NPF). Jika tidak dikendalikan, kita bisa saja terjebak dalam lingkaran utang yang sulit keluar, apalagi bila kita tidak benar-benar memahami cara kerja atau bunga dari pinjaman tersebut.

Data terbaru OJK menyebutkan bahwa pembiayaan BNPL pada Januari 2025 tumbuh sebesar 41,9% dibandingkan tahun sebelumnya, mencapai angka Rp 7,12 triliun. Angka ini mengindikasikan minat masyarakat yang sangat tinggi terhadap layanan bayar nanti. Sayangnya, NPF-nya pun tercatat sebesar 3,37%. Meski tampak kecil, angka ini cukup mengkhawatirkan bila terus meningkat tanpa disertai edukasi dan pengawasan yang memadai.

Di sisi lain, industri pinjol juga menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Outstanding pembiayaan pinjol pada Januari 2025 tumbuh 29,94% dibandingkan tahun sebelumnya, mencapai Rp 78,50 triliun. Angka risiko kredit macetnya (TWP90) memang masih stabil di 2,52%, tetapi tetap saja, peningkatan volume pinjaman patut jadi perhatian serius.

Jika kita menengok ke tahun lalu, pola yang sama juga terjadi. Menjelang Lebaran 2024, pembiayaan BNPL meningkat tajam sebesar 31,45%, sementara pinjol tumbuh 24,16%. Ini bukan fenomena baru, namun jelas semakin menguat. Kemudahan akses, proses aplikasi yang cepat, serta gencarnya promosi dari penyedia layanan menjadi faktor pendorong utama. Belum lagi tingginya transaksi digital dan e-commerce yang kini telah menjadi bagian dari keseharian kita.

Tentu saja, layanan pinjol dan BNPL tak sepenuhnya buruk. Mereka membantu kita mengatasi kebutuhan mendesak, apalagi saat kondisi finansial belum stabil. Namun yang perlu diwaspadai adalah godaan untuk menggunakan layanan ini secara berlebihan, tanpa perhitungan matang. Kita sering kali hanya terpikat oleh iming-iming cicilan ringan atau promo menarik, tanpa menyadari bunga tersembunyi dan potensi denda jika telat bayar.

Kita perlu lebih bijak. Memahami cara kerja pinjol dan BNPL sangat penting sebelum memutuskan untuk menggunakannya. Jangan sampai kita hanya melihat kemudahannya saja, lalu terjebak dalam jeratan utang karena tidak mampu membayar cicilan di kemudian hari. Literasi keuangan menjadi kunci. Semakin kita memahami risiko dan manfaat dari setiap layanan keuangan, semakin kecil kemungkinan kita terjerumus ke dalam masalah finansial yang serius.

OJK pun telah mengimbau agar masyarakat lebih berhati-hati dan agar penyedia layanan lebih bertanggung jawab dalam memberikan pinjaman. Mereka menekankan pentingnya transparansi biaya, bunga, serta edukasi yang cukup kepada calon peminjam. Di sisi lain, kolaborasi antara regulator, penyedia layanan, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menciptakan ekosistem keuangan digital yang sehat dan berkelanjutan.

Kita pun harus berperan aktif. Tak cukup hanya bergantung pada pengawasan OJK atau regulasi semata. Sebagai pengguna, kita harus menjadi konsumen yang cerdas, yang tidak mudah tergiur dan mampu membedakan kebutuhan dari keinginan. Apalagi menjelang Lebaran, saat godaan konsumsi meningkat dan dorongan untuk tampil maksimal begitu kuat. Jangan sampai kebahagiaan sesaat justru membawa kesulitan panjang.

Dengan semakin tingginya minat masyarakat terhadap pinjol dan BNPL, sudah saatnya kita memperkuat kesadaran akan pentingnya pengelolaan keuangan yang sehat. Gunakan layanan keuangan digital seperlunya, bukan semaunya. Evaluasi kemampuan kita dalam membayar cicilan sebelum mengambil keputusan. Ingat, kemudahan akses bukan berarti kita harus memanfaatkannya setiap saat.

Lebaran adalah momen yang dinanti, namun mari kita sambut dengan bijak. Tak perlu memaksakan diri untuk tampil sempurna jika itu berarti menambah beban utang. Bahagia bukan soal seberapa mahal baju yang kita pakai atau seberapa banyak parcel yang kita kirimkan. Bahagia sejatinya hadir ketika kita bisa merayakan dengan tenang, tanpa tekanan finansial. Jadi, mari kita bijak menghadapi kemudahan teknologi finansial dan menjadikan pinjol maupun BNPL sebagai alat bantu, bukan sumber masalah!

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code