Ad Code

Kisah Jamaah yang Memusuhi Masjidnya

ALKISAH, di sebuah desa yang damai, berdiri sebuah masjid sederhana yang menjadi pusat ibadah dan kegiatan keagamaan warganya. Masjid itu dibangun dari wakaf keluarga Pak Murod sejak tahun 60-an yang awalnya adalah bangunan mushola atau langgar. Sejak berdiri dan mulai digunakan pada 1990, meskipun tidak terlalu ramai seperti di kampung "kauman", masjid itu menjadi pusat kegiatan keagamaan, mulai dari shalat berjamaah hingga pengajian dan kegiatan sosial lainnya.  

Namun, di balik kedamaian itu, ada segelintir orang yang menyimpan iri dan dengki terhadap keberadaan masjid tersebut. Mereka adalah kelompok kecil yang terhasut oleh Blontang, seorang yang tidak jelas aktivitasnya dan sepertinya menyimpan dendam pribadi pada keluarga Pak Murod. Ia menyebarkan hasutan bahwa pembangunan masjid itu bukan didasari oleh niat tulus, melainkan demi pencitraan dan tidak iklhas.  

"Percayalah, Pak Murod dulu tidak ikhlas dalam mewakafkan tanahnya. Dia hanya ingin dikenang sebagai dermawan," bisik Blontang kepada beberapa jamaah. Fitnah itu pun menyebar seperti api di ladang kering. Beberapa warga yang awalnya rutin ke masjid mulai meragukan ketulusan niat Pak Murod. Mereka perlahan menjauh dan bahkan ikut menyebarkan fitnah dan cerita miring tentangnya. 

Blontang dan orang-orang yang terhasut semakin gencar menyebarkan isu bahwa masjid itu tidak pantas menjadi pusat ibadah di desa. Mereka mengusulkan pembangunan masjid baru di tempat yang mereka pilih sendiri, dengan alasan bahwa masjid lama sudah kehilangan keberkahannya.  

"Dengan membangun masjid baru, kita bisa memastikan tempat ibadah yang benar-benar suci, tanpa campur tangan orang yang penuh kepentingan. Kita akan mendapat bantuan puluhan milyar dari seorang donatur kenalan saya," ujar Blontang dalam sebuah pertemuan tertutup. Beberapa warga yang termakan hasutannya semakin yakin dan semakin membenci masjidnya, mereka sudah tak mau datang ke masjid, tak mau berkegiatan di masjid. Bahkan pada waktu bulan puasa, mereka yang dulu paling rajin solat tarawih, tadarus dan berkegiatan di masjid, kini tak mau lagu ke masjid dan memusuhi masjidnya.. 

Namun, ada sebagian jamaah yang menolak fitnah tersebut dan tetap setia beribadah di masjid lama. Mereka tahu bahwa tuduhan terhadap keluarga Pak Murod hanyalah bentuk iri hati yang tidak berdasar serta ada kepentingan terselubung Blontang.  

Suatu hari, Mamad, salah satu anak Pak Murod yang sekarang menjadi salah satu pengurus masjid, mendengar tentang fitnah yang diarahkan kepada bapaknya. Namun, alih-alih marah, ia justru tersenyum dan berkata, "Biarlah orang berkata apa, hanya Allah yang tahu niat bapak saya. Jika mereka ingin membangun masjid baru, itu hak mereka. Silahkan saja, yang penting kita tetap menjaga persaudaraan."

Seiring waktu, proyek pembangunan masjid baru pun belum juga ada tanda-tanda dimulai. Donatur yang disebut-sebut dan digembar-gemborkan Blontang belum juga jelas siapa dan berapa yang akan didonasikan. Begitu juga lahan yang akan digunakan untuk membangun masjid, belum jelas keberadaannya. Dan perpecahan di antara orang-orang pengikut Blontang sendiri mulai terjadi. Banyak yang akhirnya sadar bahwa mereka telah terjebak dalam lingkaran iri, dengki dan kepentingan pribadi Blontang yang justru membawa perpecahan warga desa dan merugikan jamaah masjid. 

Di sisi lain, masjid yang telah diwakafkan oleh Pak Murod tetap berdiri dengan kesederhanaannya. Jamaah yang sempat menjauh pun satu per satu kembali lagi setelah menyadari bahwa fitnah hanya membawa perpecahan dan mengusik kedamaian desa. Namun ada juga jamaah yang tetap memusuhi masjidnya meskipun mereka tahu bahwa itu memang fitnah. Barangkali rasa malu yang membuat jalan kembali ke masjid menjadi buntu dan terlalu percayanya pada hasutan Blontang.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code