Ad Code

Mereka yang Berpuasa Tanpa Berjumpa Magrib

Kehidupan kaum marjinal [Foto: MNCmedia]

UNTUK kebanyakan orang, puasa adalah bentuk ibadah yang sarat makna. Dalam menahan lapar dan haus, ada pengalaman batin yang mendalam. Namun, di luar aspek spiritual, puasa juga memiliki sisi sosial yang berkaitan erat dengan kehidupan mereka yang kurang beruntung. Sayangnya, bagi sebagian orang miskin, puasa bukanlah pilihan, melainkan kondisi yang harus mereka jalani setiap hari tanpa kepastian kapan bisa berjumpa magrib dan segera berbuka. Inilah potret kehidupan mereka yang terus-menerus berpuasa tanpa waktu berbuka, tanpa kepastian kapan penderitaan akan berakhir.

Kemiskinan menjadi belenggu yang terus menghantui kehidupan kaum marginal. Mereka yang terjebak dalam kemiskinan ekstrem sering kali harus berpuasa bukan karena keyakinan, melainkan keterpaksaan. Tidak ada makanan yang bisa dihidangkan di meja, tidak ada hidangan berbuka yang menanti, dan esok pun belum tentu ada makanan yang bisa mereka santap. Bagi mereka, perut kosong bukan sekadar ujian sebulan dalam setahun, melainkan realitas yang harus dihadapi sepanjang hidup.

Kaum marginal harus berjuang setiap hari. Mereka yang bekerja sebagai buruh kasar, pemulung, atau pedagang kecil sering kali hanya memperoleh penghasilan yang jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok. Harga bahan makanan yang terus melambung semakin menyulitkan mereka. Di berbagai sudut kota dan desa, kita kerap menemukan keluarga yang harus berbagi satu piring nasi untuk lima orang, anak-anak yang tumbuh dalam kondisi kekurangan gizi, serta lansia yang menghabiskan hari-hari senja mereka dalam kelaparan.

Bulan Ramadan seharusnya menjadi momen kebersamaan dan kepedulian sosial. Namun, di tengah kemeriahan takjil dan berbuka puasa bagi mereka yang mampu, masih banyak yang abai terhadap penderitaan kaum miskin. Iklan-iklan makanan mewah memenuhi layar televisi, restoran menawarkan paket berbuka yang menggiurkan, sementara di jalanan, ada anak-anak yang hanya bisa menelan ludah melihat makanan yang tidak pernah bisa mereka nikmati.

Tak jarang, kemiskinan juga memaksa orang-orang untuk membuat pilihan sulit. Sebagian dari mereka terpaksa mengorbankan pendidikan anak demi bisa bertahan hidup. Anak-anak yang seharusnya duduk di bangku sekolah justru harus mengais rezeki di jalan demi sesuap nasi. Masa depan bagi mereka hanyalah ilusi, sebab hari ini saja sudah begitu sulit untuk dilalui.

Ironisnya, meski bekerja keras sepanjang hari, banyak dari mereka tetap tidak mampu mencukupi kebutuhan dasar. Upah yang rendah dan kondisi kerja yang tidak layak membuat mereka semakin terperosok dalam pusaran kemiskinan. Mereka ibarat berpuasa tanpa tahu kapan waktu berbuka akan tiba, tanpa kepastian kapan kehidupan mereka akan membaik.

Namun, di balik segala keterbatasan, harapan tetap ada. Banyak komunitas dan individu yang tergerak membantu kaum miskin melalui berbagai program sosial. Dari dapur umum hingga gerakan berbagi makanan, dari beasiswa pendidikan hingga pelatihan keterampilan, upaya-upaya ini menjadi secercah cahaya di tengah gelapnya kehidupan mereka. Ramadan bisa menjadi momentum bagi kita semua untuk lebih peduli, tidak hanya dengan menyisihkan sebagian rezeki, tetapi juga dengan turut serta dalam gerakan sosial yang berkelanjutan.

Kita perlu menyadari bahwa kemiskinan bukan sekadar angka dalam statistik ekonomi, tetapi realitas yang nyata bagi jutaan orang. Kita tidak bisa hanya mengandalkan kebijakan pemerintah tanpa adanya inisiatif dari masyarakat. Dibutuhkan kesadaran kolektif untuk membantu mereka yang berpuasa tanpa waktu berbuka agar mereka bisa merasakan kenikmatan berbuka dalam arti sebenarnya, baik dalam bentuk makanan maupun kehidupan yang lebih layak.

Puasa yang tak menjumpai magrib adalah kenyataan pahit bagi mereka yang hidup dalam kemiskinan. Tidak ada yang tahu kapan penderitaan mereka akan usai, kapan mereka bisa merasakan kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu, Ramadan harus menjadi pengingat bagi kita semua bahwa masih banyak saudara kita yang membutuhkan bantuan, bukan hanya saat bulan suci, tetapi setiap waktu. Sebab sejatinya, keberkahan tidak hanya datang dari ibadah pribadi, tetapi juga dari kepedulian terhadap sesama.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code